13 min read

Forum Koordinasi Pengelolaan DAS: Analisis PERMENHUT P.61/2013 tentang Kelembagaan Multi-Stakeholder

Forum Koordinasi Pengelolaan DAS: Analisis PERMENHUT P.61/2013 tentang Kelembagaan Multi-Stakeholder

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut-II/2013 tentang Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai merupakan instrumen regulasi yang mengimplementasikan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Regulasi ini ditetapkan pada 1 November 2013 sebagai respons terhadap kebutuhan pengelolaan DAS yang bersifat lintas sektoral, lintas wilayah, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Forum Koordinasi Pengelolaan DAS dirancang sebagai wadah koordinasi independen yang menjembatani kepentingan pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air dan ekosistem DAS. Regulasi ini memberikan kerangka hukum bagi pembentukan forum di tiga tingkatan: nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, dengan struktur keanggotaan yang representatif dan mekanisme kerja yang terstruktur. Kajian ini menganalisis kerangka kelembagaan, tugas, fungsi, dan kewenangan forum dalam konteks tata kelola lingkungan hidup Indonesia.

1.0 Kerangka Kelembagaan Forum Koordinasi DAS

1.1 Landasan Hukum dan Hierarki Regulasi

PERMENHUT P.61/2013 berada dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagai regulasi teknis yang mengimplementasikan PP 37/2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, khususnya Pasal 60 yang mengamanatkan pembentukan forum koordinasi. Landasan hukum regulasi ini mencakup UU 41/1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2004, UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air, dan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. Landasan hukum ini menunjukkan bahwa pengelolaan DAS merupakan isu lintas sektoral yang memerlukan koordinasi antara urusan kehutanan, sumber daya air, dan penataan ruang. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga menjadi dasar bagi pembagian kewenangan forum di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Perpres 47/2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara serta Perpres 24/2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara memberikan landasan administratif bagi peran Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dalam fasilitasi forum. Struktur hierarki ini memastikan bahwa forum koordinasi DAS memiliki legitimasi hukum yang kuat dan terintegrasi dengan sistem pemerintahan nasional.

1.2 Definisi Operasional dan Konsep Kunci

Pasal 1 PERMENHUT P.61/2013 mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai "suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan". Definisi ini menekankan DAS sebagai kesatuan ekosistem yang mencakup aspek hidrologi, topografi, dan ekologi. Pengelolaan DAS didefinisikan sebagai "upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan". Definisi ini mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ekologi dengan pemanfaatan ekonomi. Forum Koordinasi Pengelolaan DAS didefinisikan sebagai "wadah koordinasi antar instansi penyelenggara pengelolaan DAS", yang menekankan fungsi koordinasi lintas sektor. Pemangku kepentingan didefinisikan mencakup "unsur pemerintah dan bukan pemerintah yang berkepentingan dengan dan patut diperhitungkan dalam pengelolaan DAS", yang merefleksikan pendekatan inklusif. Tokoh kunci (key man) didefinisikan sebagai "orang yang mempunyai minat membicarakan, mengevaluasi, dapat dan mau memberikan masukan/saran dalam pengelolaan DAS", yang mengakui peran individu dalam proses deliberatif.

1.3 Struktur Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 6 menetapkan struktur organisasi forum yang minimal terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota. Ketua forum dipilih "atas dasar kesepakatan bersama para pemangku kepentingan", yang mencerminkan prinsip demokratis dan representatif. Pasal 7 mengatur keanggotaan forum yang terdiri dari empat kelompok: Kelompok Pemerintah atau Pemerintah Daerah, Kelompok Akademisi, Kelompok Dunia Usaha, dan Kelompok Masyarakat. Struktur keanggotaan ini mengadopsi model quadruple helix yang mengintegrasikan pemerintah (government), akademisi (academia), dunia usaha (business), dan masyarakat (civil society). Representasi empat kelompok ini memastikan bahwa berbagai kepentingan dan perspektif terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Periode kepengurusan forum ditetapkan selama 5 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan anggota (Pasal 8), yang memberikan stabilitas kelembagaan sekaligus fleksibilitas. Pasal 9 menegaskan bahwa forum "mempunyai kedudukan sebagai lembaga independen dan mitra dari lembaga atau instansi teknis di bidang pengelolaan DAS", yang menekankan independensi forum namun tetap bersifat kolaboratif dengan instansi teknis.

1.4 Tingkatan Forum dan Cakupan Wilayah

Pasal 9 ayat (2) menetapkan tiga tingkatan forum: Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Tingkat Nasional, Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Tingkat Provinsi, dan Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Tingkat Kabupaten/Kota. Struktur bertingkat ini mengikuti sistem pemerintahan Indonesia dan mengakomodasi fakta bahwa DAS seringkali melintasi batas administratif. Forum tingkat nasional berperan dalam koordinasi DAS lintas provinsi dan perumusan kebijakan strategis nasional. Forum tingkat provinsi mengkoordinasikan pengelolaan DAS lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi. Forum tingkat kabupaten/kota berfokus pada implementasi di tingkat lokal. Pasal 10 huruf g menyebutkan bahwa forum bertugas "mengkoordinasikan para pihak pengelola DAS di Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota/Lintas Kabupaten/Lintas Provinsi/Lintas DAS", yang mengakui kompleksitas pengelolaan DAS yang seringkali tidak sesuai dengan batas administratif. Struktur multi-tingkat ini memungkinkan koordinasi vertikal antara forum di berbagai tingkatan serta koordinasi horizontal antara forum di wilayah yang berbeda namun berada dalam satu sistem DAS.

2.0 Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Forum

2.1 Tugas Strategis Forum (Pasal 10)

Forum Koordinasi Pengelolaan DAS memiliki tujuh tugas strategis sebagaimana diatur dalam Pasal 10. Pertama, melakukan pengkajian tentang kebijakan, rencana, pelaksanaan kegiatan dan dampak kegiatan pengelolaan DAS sebagai masukan kepada pengambil keputusan di tingkat eksekutif maupun legislatif. Tugas ini menempatkan forum sebagai lembaga kajian (think tank) yang memberikan basis pengetahuan bagi kebijakan. Kedua, melaksanakan koordinasi dan konsultasi untuk menyelaraskan kepentingan antar sektor, antar wilayah dan antar pemangku kepentingan dalam Pengelolaan DAS Terpadu. Tugas ini menekankan peran forum sebagai mediator dan fasilitator dialog. Ketiga, membantu memberikan masukan dalam penyusunan rancangan kebijakan pengelolaan DAS bagi instansi terkait yang berwenang. Keempat, melakukan pengintegrasian dan penyelarasan kepentingan antar sektor, antar wilayah dan antar pemilik kepentingan. Kelima, menyusun Rencana kerja Forum secara tahunan atau lima tahunan dan melaporkannya kepada pengambil keputusan. Keenam, mengkaji, menelaah dan memberi masukan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota tentang kebijakan pengelolaan DAS. Ketujuh, mengkoordinasikan para pihak pengelola DAS dan membantu Gubernur/Bupati/Walikota dalam menyusun RPDAS (Rencana Pengelolaan DAS), pembinaan dan pemberdayaan masyarakat serta pengendalian Pengelolaan DAS. Ketujuh tugas ini menunjukkan bahwa forum memiliki peran yang komprehensif mencakup kajian, koordinasi, advokasi kebijakan, dan dukungan implementasi.

2.2 Fungsi Forum (Pasal 11)

Pasal 11 menetapkan empat fungsi utama forum. Pertama, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat terkait pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Fungsi ini menempatkan forum sebagai saluran partisipasi publik dan representasi kepentingan masyarakat. Kedua, memberikan sumbangan pemikiran dalam pengelolaan DAS. Fungsi ini menekankan peran forum sebagai sumber keahlian dan pengetahuan. Ketiga, menumbuhkan dan mengembangkan peran pengawasan masyarakat dalam pengelolaan DAS. Fungsi ini mengakui pentingnya akuntabilitas sosial (social accountability) dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengelolaan sumber daya alam. Keempat, membantu penyelesaian masalah/konflik yang terjadi dalam pengelolaan DAS. Fungsi ini menempatkan forum sebagai mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) dalam konteks pengelolaan DAS. Keempat fungsi ini menunjukkan bahwa forum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga koordinasi teknis, tetapi juga sebagai mekanisme partisipasi, pengawasan, dan penyelesaian konflik. Fungsi-fungsi ini mencerminkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) yang menekankan partisipasi, transparansi, responsivitas, dan akuntabilitas.

2.3 Kewenangan Forum dan Batasannya (Pasal 12)

Pasal 12 ayat (1) merinci enam kewenangan forum. Pertama, mengundang dan menyelenggarakan rapat rutin dan insidentil dalam rangka menyelesaikan konflik antar kepentingan instansional, golongan masyarakat dan antar daerah. Kewenangan ini memberikan forum kapasitas untuk proaktif mengidentifikasi dan menangani konflik. Kedua, memberikan saran untuk prioritas penggunaan dan pemanfaatan wilayah DAS untuk keamanan in-situ dan ex-situ serta kesejahteraan masyarakat. Kewenangan ini mencakup aspek konservasi (in-situ dan ex-situ) dan aspek sosial ekonomi (kesejahteraan masyarakat). Ketiga, memberikan saran dan masukan dalam pembangunan bangunan konservasi tanah dan air di wilayah DAS serta pembangunan bangunan pengamanan aliran air untuk perlindungan DAS dan antisipasi banjir, erosi, sedimentasi dan kekeringan. Kewenangan ini mencakup aspek teknis infrastruktur konservasi. Keempat, memberikan saran dan masukan tentang potensi masalah yang mungkin timbul akibat penggunaan dan pemanfaatan wilayah DAS serta konflik yang terjadi. Kelima, memberikan saran atau pertimbangan dalam penentuan kebijakan pengelolaan DAS. Keenam, menyampaikan laporan perkembangan penyelenggaraan kebijakan pengelolaan DAS. Namun, Pasal 12 ayat (2) memberikan pembatasan kritis: "Kewenangan Forum tidak tumpang tindih atau tidak mengganti kewenangan instansi teknis/pelaksana". Pembatasan ini memastikan bahwa forum tidak mengambil alih fungsi eksekutif dari instansi teknis, melainkan berfungsi sebagai lembaga koordinasi, advokasi, dan pengawasan.

2.4 Matriks Tugas, Fungsi, dan Kewenangan

Kategori Ruang Lingkup Mekanisme Output
Tugas Strategis Pengkajian kebijakan, koordinasi antar sektor, penyusunan masukan kebijakan, penyusunan RPDAS Kajian, koordinasi, konsultasi Rekomendasi kebijakan, Rencana Kerja Forum, Masukan RPDAS
Fungsi Partisipasi Penampungan aspirasi masyarakat, sumbangan pemikiran, pengawasan masyarakat, penyelesaian konflik Dialog, konsultasi publik, mediasi Aspirasi tersalurkan, Pengawasan sosial, Resolusi konflik
Kewenangan Koordinasi Penyelenggaraan rapat, saran prioritas pemanfaatan, saran pembangunan infrastruktur konservasi Rapat koordinasi, kajian teknis Saran dan masukan, Laporan perkembangan
Batasan Kewenangan Tidak mengganti kewenangan instansi teknis/pelaksana Bersifat konsultatif, koordinatif, komunikatif Rekomendasi non-binding

Matriks ini menunjukkan bahwa forum memiliki peran yang luas namun terbatas pada fungsi koordinasi, advokasi, dan pengawasan, bukan fungsi eksekutif langsung.

3.0 Proses Pembentukan dan Tata Kerja Forum

3.1 Tahapan Pembentukan Forum (Pasal 4-5)

Pasal 4 menetapkan bahwa pembentukan forum "dilaksanakan atas dasar kesadaran dan kebutuhan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan DAS", yang menekankan prinsip bottom-up dan partisipatif. Tahapan pembentukan forum terdiri dari lima langkah: (1) Identifikasi isu penting dalam pengelolaan DAS, yang bertujuan mengidentifikasi masalah nyata yang memerlukan koordinasi multi-pihak; (2) Identifikasi para pemangku kepentingan termasuk tokoh kunci (key man) yang terlibat dalam pengelolaan DAS, yang memastikan representasi yang memadai; (3) Sosialisasi Pengelolaan DAS yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan, yang berfungsi sebagai proses edukasi dan pembangunan kesadaran bersama; (4) Musyawarah para pemangku kepentingan untuk mewujudkan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan melalui prinsip pengelolaan DAS, yang berfungsi sebagai proses deliberatif untuk membangun konsensus; (5) Membentuk Forum atas dasar kebutuhan dan kesepakatan bersama para pemangku kepentingan, yang memastikan legitimasi dan komitmen bersama. Pasal 5 mengatur peran pemerintah dalam pembentukan forum, yaitu: (a) Inisiasi dan fasilitasi, yang memberikan stimulus dan dukungan logistik; (b) Penetapan Forum sesuai kewenangannya, yang memberikan legitimasi formal. Pasal 5 ayat (2) memungkinkan pemerintah bekerjasama dengan pihak terkait seperti LSM dalam proses inisiasi dan fasilitasi, yang mengakui peran masyarakat sipil dalam pembangunan kelembagaan.

3.2 Tata Kerja dan Mekanisme Rapat (Pasal 13)

Pasal 13 ayat (1) menetapkan bahwa "Hubungan Forum dengan instansi atau lembaga lain pada dasarnya bersifat konsultatif, koordinatif dan komunikatif", yang menegaskan bahwa forum bukan lembaga eksekutif yang memiliki kewenangan komando. Pasal 13 ayat (2) mewajibkan forum mengadakan "rapat/sidang/musyawarah baik bersifat pleno, terbatas maupun gabungan, paling sedikit 2 (dua) kali setiap tahun", yang memastikan kontinuitas dan regularitas forum. Rapat minimal dua kali setahun memastikan forum tetap aktif dan responsif terhadap dinamika pengelolaan DAS. Pasal 13 ayat (3) mengatur bahwa forum mengadakan rapat koordinasi untuk membicarakan masalah/konflik sehingga dapat dirumuskan alternatif pemecahan yang dapat diterima pihak yang berkonflik. Dalam rapat koordinasi tersebut, forum dapat mengundang organisasi/personil lain di luar forum untuk mendapatkan data dan keterangan yang lebih lengkap dan akurat. Mekanisme ini mencerminkan prinsip inklusivitas dan berbasis bukti dalam penyelesaian konflik. Pasal 13 ayat (4) menetapkan bahwa hasil atau kesepakatan dalam rapat koordinasi disampaikan kepada Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan lebih lanjut. Ketentuan ini menegaskan bahwa output forum bersifat rekomendatif, bukan keputusan yang mengikat.

3.3 Kesekretariatan (Pasal 14)

Pasal 14 ayat (1) memungkinkan forum membentuk sebuah Sekretariat untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Pasal 14 ayat (2) menetapkan bahwa "Sekretariat berkedudukan di instansi yang paling terkait dalam pengelolaan DAS di wilayah masing-masing", yang memastikan dukungan administratif dan logistik dari instansi pemerintah yang relevan. Dalam praktiknya, sekretariat forum tingkat provinsi umumnya ditempatkan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi, sedangkan sekretariat forum kabupaten/kota ditempatkan di Dinas terkait di tingkat kabupaten/kota. Pasal 14 ayat (3) mengatur bahwa sekretariat "bertugas membantu Sekretaris dalam mempersiapkan bahan-bahan pertemuan, menyusun laporan, melakukan administrasi dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris". Fungsi sekretariat ini bersifat administratif dan mendukung, bukan substantif. Keberadaan sekretariat di instansi pemerintah memastikan keberlanjutan operasional forum, namun juga menimbulkan pertanyaan tentang independensi forum mengingat ketergantungan pada dukungan pemerintah. Untuk menjaga independensi, penting bahwa sekretariat berfungsi sebagai fasilitator administratif, bukan pengendali substansi.

3.4 Matriks Proses Pembentukan dan Tata Kerja

Tahapan/Aspek Mekanisme Pelaku Output
Identifikasi Isu Kajian situasi DAS Pemerintah, LSM, Akademisi Daftar isu prioritas
Identifikasi Pemangku Kepentingan Mapping stakeholder Tim inisiasi Daftar pemangku kepentingan dan tokoh kunci
Sosialisasi Workshop, seminar Pemerintah dengan dukungan LSM Pemahaman bersama tentang pengelolaan DAS
Musyawarah Deliberasi multi-pihak Semua pemangku kepentingan Kesepakatan pembentukan forum
Penetapan SK Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota Pemerintah sesuai tingkatan Forum resmi terbentuk
Rapat Berkala Minimal 2 kali/tahun (pleno, terbatas, gabungan) Anggota forum Rekomendasi, resolusi konflik
Sekretariat Dukungan administratif Instansi pemerintah terkait Dokumentasi, laporan

4.0 Pelaporan, Pendanaan, dan Keberlanjutan

4.1 Mekanisme Pelaporan (Pasal 15)

Pasal 15 mewajibkan forum "menyampaikan laporan kegiatan secara berkala (semester/tahunan) kepada Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang Pengelolaan DAS". Kewajiban pelaporan ini berfungsi sebagai mekanisme akuntabilitas dan transparansi. Pelaporan berkala (semester atau tahunan) memastikan bahwa kegiatan forum terdokumentasi dan dapat dievaluasi. Penyampaian laporan kepada pejabat eksekutif (Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota) memastikan bahwa rekomendasi forum diketahui oleh pengambil keputusan. Tembusan kepada Kepala UPT Kementerian (dalam hal ini Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) memastikan koordinasi dengan instansi teknis yang bertanggung jawab atas implementasi pengelolaan DAS. Format dan substansi laporan tidak diatur secara rinci dalam regulasi ini, sehingga forum memiliki fleksibilitas dalam menyusun laporan sesuai kebutuhan dan konteks lokal. Namun, laporan sebaiknya mencakup: (1) Ringkasan kegiatan forum (jumlah dan jenis rapat, isu yang dibahas); (2) Rekomendasi yang dihasilkan; (3) Tindak lanjut dari rekomendasi sebelumnya; (4) Kendala dan tantangan; (5) Rencana kerja periode berikutnya.

4.2 Sumber Pendanaan (Pasal 16)

Pasal 16 ayat (1) menetapkan bahwa "Sumber dana untuk kegiatan Forum dapat berasal dari APBN, APBD, hibah dan sumber dana lainnya yang tidak mengikat". Keberagaman sumber pendanaan ini memberikan fleksibilitas dan mengurangi ketergantungan pada satu sumber dana. APBN dapat digunakan untuk mendanai forum tingkat nasional atau kegiatan forum yang bersifat lintas provinsi. APBD Provinsi dapat mendanai forum tingkat provinsi, sedangkan APBD Kabupaten/Kota dapat mendanai forum tingkat kabupaten/kota. Hibah dapat berasal dari lembaga donor internasional, filantropi, atau perusahaan sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial lingkungan. Ketentuan "tidak mengikat" dalam Pasal 16 ayat (1) sangat penting untuk menjaga independensi forum. Sumber dana tidak boleh membatasi atau mengarahkan keputusan forum. Pasal 16 ayat (2) menetapkan bahwa "Penggunaan sumber dana lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan", yang memastikan akuntabilitas keuangan. Dalam praktiknya, forum perlu mengembangkan mekanisme penggalangan dana yang transparan dan akuntabel, serta memastikan bahwa penerimaan dana tidak menciptakan konflik kepentingan atau mengurangi independensi forum.

4.3 Tantangan Keberlanjutan Kelembagaan

Keberlanjutan forum koordinasi DAS menghadapi beberapa tantangan. Pertama, ketergantungan pada dukungan pemerintah. Penempatan sekretariat di instansi pemerintah dan ketergantungan pada pendanaan APBN/APBD dapat mengurangi independensi forum jika tidak dikelola dengan hati-hati. Kedua, fluktuasi komitmen pemangku kepentingan. Forum berbasis partisipasi sukarela dari pemangku kepentingan yang memiliki agenda dan prioritas berbeda-beda. Perubahan personel di instansi pemerintah atau organisasi anggota dapat mengurangi komitmen dan kontinuitas. Ketiga, kapasitas teknis. Efektivitas forum bergantung pada kapasitas anggota dalam memahami isu teknis pengelolaan DAS, menganalisis data, dan merumuskan rekomendasi yang berbasis bukti. Keempat, implementasi rekomendasi. Karena rekomendasi forum bersifat tidak mengikat, efektivitas forum bergantung pada responsivitas pemerintah dan instansi teknis terhadap rekomendasi yang dihasilkan. Kelima, koordinasi antar tingkatan forum. Koordinasi vertikal antara forum nasional, provinsi, dan kabupaten/kota serta koordinasi horizontal antara forum di wilayah yang berbeda namun dalam satu sistem DAS memerlukan mekanisme komunikasi dan koordinasi yang efektif.

4.4 Matriks Pelaporan dan Pendanaan

Aspek Mekanisme Pihak Terkait Frekuensi/Periode
Pelaporan ke Eksekutif Laporan berkala Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota Semester/Tahunan
Pelaporan ke UPT Tembusan laporan Kepala Balai Pengelolaan DAS dan HL Semester/Tahunan
Pendanaan APBN Alokasi anggaran program pengelolaan DAS Kementerian LHK Tahunan
Pendanaan APBD Alokasi anggaran program lingkungan hidup Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahunan
Hibah Proposal program, MoU Lembaga donor, perusahaan, filantropi Berdasarkan program
Akuntabilitas Keuangan Laporan keuangan sesuai peraturan Auditor internal/eksternal Tahunan

5.0 Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi

5.1 Kontribusi terhadap Tata Kelola Lingkungan

PERMENHUT P.61/2013 merupakan instrumen penting dalam evolusi tata kelola lingkungan hidup Indonesia dari pendekatan command-and-control yang bersifat top-down menuju pendekatan kolaboratif dan partisipatif. Forum Koordinasi Pengelolaan DAS mengimplementasikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance): partisipasi melalui keterlibatan empat kelompok pemangku kepentingan; transparansi melalui mekanisme pelaporan berkala; responsivitas melalui fungsi penampungan aspirasi masyarakat; akuntabilitas melalui struktur keanggotaan yang jelas dan pelaporan berkala; orientasi konsensus melalui mekanisme musyawarah; efektivitas dan efisiensi melalui koordinasi multi-pihak yang mengurangi duplikasi dan konflik; inklusi melalui representasi empat kelompok; penegakan hukum melalui pembatasan kewenangan yang jelas. Forum juga mengimplementasikan prinsip subsidiaritas, yaitu pengelolaan di tingkat yang paling dekat dengan masalah (tingkat kabupaten/kota untuk isu lokal, provinsi untuk isu lintas kabupaten, nasional untuk isu lintas provinsi). Pendekatan multi-stakeholder ini konsisten dengan arah reformasi tata kelola global dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.

5.2 Relevansi dengan Isu Kontemporer

Forum Koordinasi Pengelolaan DAS memiliki relevansi tinggi dengan isu-isu kontemporer pengelolaan lingkungan hidup. Pertama, perubahan iklim. Pengelolaan DAS yang baik berkontribusi pada mitigasi (melalui konservasi hutan dan lahan gambut) dan adaptasi (melalui pengurangan risiko banjir, erosi, dan kekeringan). Forum dapat menjadi platform koordinasi implementasi Nationally Determined Contribution (NDC) dan adaptasi perubahan iklim di tingkat DAS. Kedua, pencapaian SDGs. Pengelolaan DAS berkontribusi pada SDG 6 (Air Bersih dan Sanitasi), SDG 13 (Aksi Iklim), SDG 15 (Kehidupan di Darat), dan SDG 17 (Kemitraan untuk Tujuan). Ketiga, konflik sumber daya air. Peningkatan kompetisi penggunaan air antara sektor pertanian, industri, domestik, dan ekosistem memerlukan mekanisme koordinasi dan penyelesaian konflik seperti yang difasilitasi oleh forum. Keempat, desentralisasi dan otonomi daerah. Forum menjadi mekanisme koordinasi horizontal antar daerah dalam konteks desentralisasi, mengingat DAS seringkali melintasi batas administratif yang kini memiliki otonomi masing-masing.

5.3 Rekomendasi Penguatan Efektivitas Forum

Berdasarkan analisis regulasi dan praktik, beberapa rekomendasi untuk memperkuat efektivitas Forum Koordinasi Pengelolaan DAS: Pertama, penguatan kapasitas anggota melalui pelatihan berkala tentang pengelolaan DAS, analisis data hidrologi, kajian kebijakan, dan fasilitasi multi-pihak. Kedua, pengembangan sistem informasi DAS yang terintegrasi untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti, mencakup data hidrologi, tutupan lahan, erosi, sedimentasi, kualitas air, dan sosial ekonomi. Ketiga, penguatan mekanisme koordinasi vertikal dan horizontal antara forum di berbagai tingkatan dan wilayah, melalui platform komunikasi digital dan pertemuan koordinasi berkala. Keempat, pengembangan mekanisme monitoring dan evaluasi kinerja forum, termasuk indikator seperti jumlah rapat, partisipasi anggota, rekomendasi yang dihasilkan, tingkat adopsi rekomendasi oleh pemerintah, dan dampak terhadap kondisi DAS. Kelima, penguatan independensi forum melalui diversifikasi sumber pendanaan, transparansi pengelolaan keuangan, dan pemisahan fungsi sekretariat administratif dengan fungsi substantif forum. Keenam, pengembangan mekanisme insentif bagi pemerintah daerah dan instansi teknis untuk merespons rekomendasi forum, misalnya melalui sistem penilaian kinerja atau pengalokasian anggaran. Ketujuh, dokumentasi dan pembelajaran dari praktik baik forum-forum yang efektif untuk disebarluaskan dan diadaptasi di wilayah lain.

5.4 Integrasi dengan Regulasi Terkini

Sejak ditetapkannya PERMENHUT P.61/2013, telah terjadi beberapa perkembangan regulasi yang perlu diintegrasikan. Pertama, perubahan kelembagaan dengan penggabungan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2014. Kedua, UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah pembagian urusan pemerintahan, termasuk urusan kehutanan dan lingkungan hidup. Ketiga, regulasi-regulasi baru tentang pengelolaan sumber daya air, konservasi tanah dan air, dan pengendalian pencemaran air perlu diintegrasikan dalam kerangka kerja forum. Keempat, komitmen Indonesia dalam Paris Agreement dan NDC memerlukan koordinasi implementasi di tingkat DAS. Kelima, kebijakan perhutanan sosial dan reforma agraria memerlukan koordinasi dengan pengelolaan DAS mengingat dampaknya terhadap tutupan lahan dan hidrologi. Perlu dilakukan evaluasi dan potensial revisi PERMENHUT P.61/2013 untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam konteks perubahan kelembagaan, regulasi, dan isu-isu kontemporer.


Disclaimer

Artikel ini merupakan analisis regulasi yang disusun dengan bantuan kecerdasan buatan dan ditujukan untuk tujuan edukasi dan informasi. Pembaca disarankan untuk merujuk pada teks resmi PERMENHUT P.61/2013 dan berkonsultasi dengan ahli hukum atau instansi berwenang untuk interpretasi hukum yang akurat. Informasi dalam artikel ini tidak menggantikan nasihat hukum profesional.

Sumber Regulasi

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.61/Menhut-II/2013 tentang Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 November 2013. Diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1345. Dapat diakses di: https://jdih.menlhk.go.id/


Disclaimer

This article was AI-generated under an experimental legal-AI application. It may contain errors, inaccuracies, or hallucinations. The content is provided for informational purposes only and should not be relied upon as legal advice or authoritative interpretation of regulations.

We accept no liability whatsoever for any decisions made based on this article. Readers are strongly advised to:

  • Consult the official regulation text from government sources
  • Seek professional legal counsel for specific matters
  • Verify all information independently

This experimental AI application is designed to improve access to regulatory information, but accuracy cannot be guaranteed.