PERMENPU 2/2024: Kerangka Kelembagaan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Wilayah Sungai
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Wilayah Sungai (PERMENPU 2/2024) menghadirkan kerangka kelembagaan koordinasi yang komprehensif untuk pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Regulasi ini, yang diterbitkan untuk melaksanakan amanat Pasal 66 ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, menetapkan pedoman pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) sebagai wadah koordinasi nonstruktural yang menyelaraskan kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air pada tingkat wilayah sungai. Regulasi ini mencabut dan menggantikan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8/PRT/M/2012, menghadirkan penyesuaian kelembagaan yang selaras dengan paradigma pengelolaan sumber daya air terpadu berbasis wilayah sungai.
1.0 Kerangka Hukum dan Landasan Regulasi
1.1 Hierarki Peraturan dan Kewenangan Penyusun
PERMENPU 2/2024 disusun berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan yang jelas dan kewenangan Menteri Pekerjaan Umum dalam mengatur pengelolaan sumber daya air. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi landasan konstitusional, sementara Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (sebagaimana telah diubah dengan UU 61/2024) memberikan dasar kewenangan kementerian. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (sebagaimana telah diubah dengan UU 6/2023 tentang Penetapan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang) menjadi landasan substantif utama, khususnya ketentuan Pasal 66 ayat (6) yang mengamanatkan pembentukan wadah koordinasi. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air memberikan landasan teknis, sementara Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2023 tentang Kebijakan Nasional Sumber Daya Air mengatur kerangka kebijakan makro. Peraturan Presiden Nomor 170 Tahun 2024 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum melengkapi kerangka kewenangan kelembagaan. Hierarki regulasi yang koheren ini memastikan PERMENPU 2/2024 memiliki dasar hukum yang kuat dan selaras dengan sistem hukum nasional.
1.2 Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Pasal 1 PERMENPU 2/2024 menetapkan definisi-definisi operasional yang fundamental untuk implementasi regulasi. "Sumber Daya Air" didefinisikan sebagai air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya, mencerminkan pemahaman komprehensif terhadap objek pengaturan yang mencakup substansi (air), sumber (tempat air berada), dan potensi (daya air). "Wilayah Sungai" dimaknai sebagai kesatuan wilayah pengelolaan Sumber Daya Air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2, menegaskan pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem hidrologis daripada batas administratif. "Pengelolaan Sumber Daya Air" mencakup upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi Sumber Daya Air, pendayagunaan Sumber Daya Air, dan pengendalian Daya Rusak Air, merefleksikan siklus pengelolaan yang lengkap. Definisi kunci adalah "Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air" yang dimaknai sebagai wadah koordinasi bersifat nonstruktural yang dibentuk untuk menyelaraskan berbagai kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik kepentingan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Wilayah Sungai. Konsep "nonstruktural" menegaskan bahwa TKPSDA WS bukan lembaga birokrasi dengan kewenangan eksekutif, melainkan wadah koordinasi yang memfasilitasi harmonisasi kepentingan. Definisi-definisi ini memberikan kerangka konseptual yang jelas untuk operasionalisasi regulasi.
Matrix 1.2: Elemen Definisi Sumber Daya Air dan Wilayah Sungai
| Konsep Dasar | Elemen Definisi | Cakupan Substantif | Implikasi Operasional |
|---|---|---|---|
| Sumber Daya Air | Air | Substansi H2O dalam berbagai fase | Objek konservasi dan pendayagunaan |
| Sumber Daya Air | Sumber Air | Tempat air berasal/tersimpan (sungai, danau, mata air, akuifer) | Perlindungan kawasan resapan dan tangkapan |
| Sumber Daya Air | Daya Air | Potensi energi, irigasi, transportasi, dll | Optimalisasi manfaat multifungsi |
| Wilayah Sungai | Satu atau lebih DAS | Sistem hidrologis terintegrasi | Perencanaan berbasis ekosistem |
| Wilayah Sungai | Pulau kecil ≤ 2.000 km2 | Sistem insuler dengan karakteristik khusus | Pendekatan pengelolaan insuler |
| Pengelolaan SDA | Konservasi | Perlindungan dan pelestarian | Pemeliharaan fungsi ekologis |
| Pengelolaan SDA | Pendayagunaan | Utilisasi untuk kepentingan sosial-ekonomi | Alokasi air untuk berbagai pengguna |
| Pengelolaan SDA | Pengendalian Daya Rusak | Mitigasi banjir, kekeringan, erosi | Infrastruktur dan early warning system |
1.3 Ruang Lingkup Pengaturan dan Cakupan Pedoman
Pasal 2 menetapkan bahwa Peraturan Menteri ini mengatur pedoman pembentukan TKPSDA WS. Pasal 3 merinci bahwa pedoman pembentukan TKPSDA WS mencakup enam elemen: (a) kedudukan, lokasi, tugas, dan fungsi; (b) susunan organisasi; (c) tata kerja; (d) tata cara pembentukan dan penetapan; (e) hubungan kerja; dan (f) pendanaan. Cakupan yang komprehensif ini memastikan bahwa pedoman tidak hanya mengatur aspek struktural (organisasi, keanggotaan) tetapi juga aspek fungsional (tugas, tata kerja) dan aspek operasional (pendanaan, hubungan kerja). Pendekatan ini merefleksikan pemahaman bahwa efektivitas wadah koordinasi tidak hanya ditentukan oleh struktur formalnya, tetapi oleh kejelasan fungsi, mekanisme kerja, dan keberlanjutan operasional. Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan prinsip penting: pedoman ini menjadi acuan bagi pembentukan TKPSDA WS yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Dengan kata lain, regulasi ini tidak secara langsung membentuk TKPSDA WS, melainkan menetapkan standar dan pedoman yang harus diikuti oleh pihak yang berwenang membentuk TKPSDA WS sesuai dengan jenjang wilayah sungai. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas operasional sambil memastikan konsistensi kerangka kelembagaan di seluruh Indonesia.
2.0 Arsitektur Kelembagaan Lima Tingkat
2.1 Tipologi TKPSDA WS Berdasarkan Skala Wilayah Sungai
Pasal 4 menetapkan tipologi TKPSDA WS yang terdiri atas lima kategori berdasarkan skala dan karakteristik wilayah sungai: (a) TKPSDA WS lintas negara; (b) TKPSDA WS lintas provinsi; (c) TKPSDA WS strategis nasional; (d) TKPSDA WS lintas kabupaten/kota; dan (e) TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota. Arsitektur lima tingkat ini merefleksikan kompleksitas geografis Indonesia dengan wilayah sungai yang memiliki skala dan karakteristik yang beragam. TKPSDA WS lintas negara mengakomodasi wilayah sungai yang melintas batas negara, seperti sungai-sungai di Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia atau sungai di Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini. TKPSDA WS lintas provinsi ditujukan untuk wilayah sungai yang melintasi dua atau lebih provinsi, seperti DAS Citarum yang mencakup Jawa Barat dan DKI Jakarta, atau DAS Brantas yang melintasi Jawa Timur. TKPSDA WS strategis nasional mengakomodasi wilayah sungai yang memiliki nilai strategis nasional meskipun mungkin berada dalam satu provinsi, seperti DAS Ciliwung yang krusial bagi ibu kota negara. TKPSDA WS lintas kabupaten/kota ditujukan untuk wilayah sungai yang melintasi dua atau lebih kabupaten/kota dalam satu provinsi. TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota mengakomodasi wilayah sungai yang seluruhnya berada dalam satu kabupaten/kota. Tipologi yang terdiferensiasi ini memastikan bahwa mekanisme koordinasi disesuaikan dengan kompleksitas stakeholder dan skala permasalahan pengelolaan sumber daya air.
Matrix 2.1: Tipologi TKPSDA WS dan Karakteristik Wilayah Sungai
| Tipologi TKPSDA WS | Cakupan Wilayah | Contoh WS (ilustratif) | Kompleksitas Koordinasi | Otoritas Pembentuk |
|---|---|---|---|---|
| Lintas Negara | Melintas batas negara | Kapuas (Indonesia-Malaysia), Sepik-Mamberamo (Indonesia-PNG) | Sangat tinggi: multi-negara, multi-provinsi, multi-kabupaten/kota | Menteri |
| Lintas Provinsi | 2+ provinsi | Citarum (Jabar-DKI), Brantas (Jatim-Jateng), Solo (Jateng-Jatim) | Tinggi: multi-provinsi, multi-kabupaten/kota | Menteri |
| Strategis Nasional | Kepentingan strategis nasional | Ciliwung (ibu kota), kawasan industri nasional | Tinggi: nilai strategis, multiple users | Menteri |
| Lintas Kabupaten/Kota | 2+ kabupaten/kota dalam 1 provinsi | WS kabupaten/kota dalam satu provinsi | Sedang: multi-kabupaten/kota dalam satu provinsi | Gubernur |
| Dalam Satu Kabupaten/Kota | Dalam 1 kabupaten/kota | WS lokal kabupaten/kota | Rendah-sedang: satu wilayah administratif | Bupati/Wali Kota |
2.2 Penetapan Otoritas dan Prinsip Subsidiaritas
Pasal 5 menetapkan otoritas penetapan TKPSDA WS yang mengikuti prinsip subsidiaritas: (a) Menteri untuk Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional; (b) Gubernur untuk Wilayah Sungai lintas kabupaten/kota; dan (c) Bupati/Wali Kota untuk Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota. Prinsip subsidiaritas yang diterapkan merefleksikan alokasi kewenangan berdasarkan skala dan kompleksitas wilayah sungai: semakin luas dan kompleks wilayah sungai, semakin tinggi tingkat otoritas yang berwenang membentuk TKPSDA WS. Menteri Pekerjaan Umum memegang kewenangan untuk wilayah sungai lintas negara, lintas provinsi, dan strategis nasional karena wilayah-wilayah ini memiliki dampak yang melampaui kepentingan satu provinsi atau memiliki nilai strategis bagi kepentingan nasional. Gubernur memegang kewenangan untuk wilayah sungai lintas kabupaten/kota karena wilayah-wilayah ini masih dalam satu provinsi tetapi melibatkan koordinasi antar pemerintah daerah kabupaten/kota. Bupati/Wali Kota memegang kewenangan untuk wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota karena wilayah-wilayah ini sepenuhnya berada dalam yurisdiksi satu pemerintah daerah kabupaten/kota. Alokasi kewenangan yang terstruktur ini memastikan bahwa pembentukan TKPSDA WS dilakukan oleh otoritas yang memiliki kapasitas dan legitimasi untuk mengoordinasikan stakeholder yang relevan dengan skala wilayah sungai. Prinsip ini juga mencerminkan keselarasan dengan sistem pemerintahan Indonesia yang menerapkan desentralisasi dengan tetap mempertahankan peran koordinatif pemerintah pusat untuk urusan yang bersifat lintas daerah dan strategis nasional.
2.3 Kedudukan Nonstruktural dan Implikasinya
Pasal 6, 10, 14, 18, dan 22 secara konsisten menegaskan bahwa semua jenis TKPSDA WS "bersifat nonstruktural". Untuk TKPSDA WS lintas negara, lintas provinsi, dan strategis nasional, dinyatakan "berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri" (Pasal 6, 10, 14). Untuk TKPSDA WS lintas kabupaten/kota, dinyatakan "berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur" (Pasal 18). Untuk TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota, dinyatakan "berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Wali Kota" (Pasal 22). Konsep "nonstruktural" memiliki implikasi fundamental terhadap kedudukan dan fungsi TKPSDA WS: (1) TKPSDA WS bukan merupakan lembaga birokrasi yang memiliki kewenangan eksekutif; (2) TKPSDA WS tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan yang mengikat secara hukum; (3) Fungsi TKPSDA WS adalah koordinatif dan advisori, yaitu menyelaraskan kepentingan dan memberikan saran serta pertimbangan; (4) TKPSDA WS tidak memiliki anggaran belanja sendiri layaknya lembaga struktural, melainkan didukung oleh APBN/APBD atau sumber lain; (5) Keanggotaan TKPSDA WS bersifat ex officio (pejabat pemerintah) atau representasi stakeholder (non-pemerintah), bukan jabatan fungsional atau struktural tersendiri. Kedudukan nonstruktural ini penting untuk memastikan bahwa TKPSDA WS tidak menciptakan lapisan birokrasi tambahan yang dapat memperberat struktur pemerintahan, melainkan berfungsi sebagai forum koordinasi yang fleksibel dan adaptif terhadap dinamika pengelolaan sumber daya air. Prinsip "berada di bawah dan bertanggung jawab kepada" otoritas tertentu (Menteri, Gubernur, Bupati/Wali Kota) memastikan akuntabilitas TKPSDA WS kepada pihak yang berwenang membentuknya, sambil tetap menjaga independensi operasional dalam menjalankan fungsi koordinasi.
3.0 Tugas, Fungsi, dan Mekanisme Koordinasi
3.1 Tiga Pilar Tugas TKPSDA WS
Pasal 8 (TKPSDA WS lintas negara), Pasal 12 (TKPSDA WS lintas provinsi), Pasal 16 (TKPSDA WS strategis nasional), Pasal 20 (TKPSDA WS lintas kabupaten/kota), dan Pasal 24 (TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota) menetapkan tugas TKPSDA WS yang konsisten di semua tingkatan, yaitu: (a) menyelaraskan kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik kepentingan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air; (b) memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota dalam Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan; dan (c) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program dan rencana kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan. Konsistensi tugas di semua tingkatan merefleksikan prinsip bahwa esensi fungsi koordinasi adalah sama terlepas dari skala wilayah sungai, meskipun kompleksitas dan jumlah stakeholder yang terlibat berbeda. Tugas pertama (menyelaraskan kepentingan) adalah tugas inti yang merefleksikan fungsi koordinasi horizontal antarsektor (pertanian, industri, domestik, lingkungan), antarwilayah (hulu-hilir, kanan-kiri sungai), dan antarpemilik kepentingan (pemerintah, swasta, masyarakat). Tugas kedua (memberikan saran dan pertimbangan) merefleksikan fungsi advisori TKPSDA WS kepada otoritas yang berwenang, memastikan bahwa keputusan pengelolaan sumber daya air diinformasikan oleh perspektif multi-stakeholder. Tugas ketiga (memantau dan mengevaluasi) merefleksikan fungsi oversight yang memastikan bahwa program dan rencana pengelolaan sumber daya air dilaksanakan sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
Matrix 3.1: Tiga Pilar Tugas TKPSDA WS dan Mekanisme Implementasi
| Pilar Tugas | Substansi Tugas | Mekanisme Implementasi | Output yang Diharapkan |
|---|---|---|---|
| Menyelaraskan Kepentingan | Koordinasi horizontal antarsektor, antarwilayah, antarpemilik kepentingan | Rapat koordinasi, pembahasan pola dan rencana pengelolaan SDA, forum multi-stakeholder | Konsensus mengenai alokasi air, prioritas pembangunan infrastruktur, penyelesaian konflik |
| Memberikan Saran dan Pertimbangan | Fungsi advisori kepada otoritas pembentuk (Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota) | Penyusunan rekomendasi berdasarkan hasil pembahasan TKPSDA WS, konsultasi publik | Rekomendasi tertulis mengenai pola pengelolaan SDA, rencana kegiatan, kebijakan pengelolaan |
| Memantau dan Mengevaluasi | Oversight terhadap implementasi program dan rencana pengelolaan SDA | Pemantauan lapangan, evaluasi periodik, pelaporan kepada otoritas pembentuk | Laporan pemantauan dan evaluasi, identifikasi deviasi, rekomendasi perbaikan |
3.2 Fungsi Koordinasi Melalui Pembahasan Substantif
Pasal 9 (TKPSDA WS lintas negara), Pasal 13 (TKPSDA WS lintas provinsi), Pasal 17 (TKPSDA WS strategis nasional), Pasal 21 (TKPSDA WS lintas kabupaten/kota), dan Pasal 25 (TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota) menetapkan bahwa untuk melaksanakan tugas, TKPSDA WS menyelenggarakan fungsi koordinasi melalui serangkaian pembahasan substantif. Fungsi koordinasi ini mencakup: (a) pembahasan rumusan rancangan pola dan rancangan rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai guna bahan pertimbangan untuk ditetapkan oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota; (b) pembahasan pelaksanaan konservasi Sumber Daya Air dan pendayagunaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai; (c) pembahasan penyelenggaraan upaya pengendalian Daya Rusak Air pada Wilayah Sungai; (d) pembahasan rekomendasi penetapan zona pemanfaatan ruang dan/atau zona pemanfaatan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai; (e) pembahasan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai; (f) pembahasan upaya penyelesaian sengketa antar pengguna Sumber Daya Air dan/atau antar pemilik kepentingan pada Wilayah Sungai; dan (g) pembahasan rancangan pendayagunaan kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai. Rangkaian pembahasan yang komprehensif ini memastikan bahwa fungsi koordinasi TKPSDA WS tidak hanya bersifat seremonial atau administratif, melainkan substantif dan mencakup seluruh dimensi pengelolaan sumber daya air: perencanaan (pola dan rencana), implementasi (konservasi, pendayagunaan, pengendalian daya rusak), operasionalisasi (operasi dan pemeliharaan prasarana), penyelesaian konflik (sengketa pengguna), dan pengembangan kelembagaan. Pembahasan pola dan rencana pengelolaan SDA (huruf a) adalah fungsi strategis yang memastikan bahwa dokumen perencanaan disusun dengan mempertimbangkan perspektif multi-stakeholder. Pembahasan zona pemanfaatan (huruf d) memastikan integrasi antara tata ruang dan pengelolaan sumber daya air. Pembahasan penyelesaian sengketa (huruf f) memberikan mekanisme alternatif penyelesaian konflik sebelum meningkat menjadi sengketa hukum formal.
3.3 Lokasi TKPSDA WS dan Prinsip Kedekatan
Pasal 7, 11, 15, 19, dan 23 menetapkan lokasi TKPSDA WS. Untuk TKPSDA WS lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional, dan lintas kabupaten/kota, dinyatakan "berlokasi di salah satu kabupaten/kota dalam Wilayah Sungai yang bersangkutan" (Pasal 7, 11, 15, 19). Untuk TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota, dinyatakan "berlokasi di ibukota kabupaten/kota" (Pasal 23). Penetapan lokasi ini merefleksikan prinsip kedekatan (proximity) dengan wilayah yang dikoordinasikan. Lokasi di salah satu kabupaten/kota dalam wilayah sungai (bukan di ibu kota provinsi atau Jakarta untuk wilayah sungai lintas provinsi atau lintas negara) memastikan bahwa TKPSDA WS berada dekat dengan objek pengelolaan dan memiliki akses langsung terhadap informasi lapangan. Prinsip ini juga merefleksikan pemahaman bahwa efektivitas koordinasi memerlukan kedekatan fisik dengan para pihak yang dikoordinasikan. Fleksibilitas "di salah satu kabupaten/kota" (tanpa menentukan kabupaten/kota mana secara spesifik) memberikan ruang bagi pertimbangan praktis seperti aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, dan distribusi geografis stakeholder. Untuk TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota, lokasi di ibukota kabupaten/kota merefleksikan pertimbangan praktis bahwa ibukota umumnya memiliki fasilitas yang lebih memadai dan lebih mudah diakses oleh anggota TKPSDA WS.
4.0 Susunan Organisasi dan Komposisi Keanggotaan
4.1 Struktur Organisasi dan Peran Pejabat Kunci
Pasal 26 (TKPSDA WS lintas negara), Pasal 33 (TKPSDA WS lintas provinsi), Pasal 40 (TKPSDA WS strategis nasional), Pasal 47 (TKPSDA WS lintas kabupaten/kota), dan Pasal 54 (TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota) menetapkan struktur organisasi TKPSDA WS yang konsisten di semua tingkatan, terdiri atas: (a) ketua merangkap anggota; (b) wakil ketua merangkap anggota; (c) sekretaris merangkap anggota; dan (d) anggota. Struktur "merangkap anggota" merefleksikan prinsip bahwa semua pejabat dalam TKPSDA WS memiliki hak suara yang setara dalam pengambilan keputusan, meskipun memiliki peran eksekutif yang berbeda. Pasal 30, 37, 44, 51, dan 58 merinci tugas dan wewenang ketua yang mencakup: memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas TKPSDA WS; menetapkan agenda dan memimpin rapat; menandatangani hasil keputusan rapat; menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada otoritas pembentuk; dan mengatur hubungan kerja dengan instansi terkait. Ketua memiliki peran sentral sebagai pemimpin eksekutif TKPSDA WS yang memastikan efektivitas koordinasi. Wakil ketua bertugas membantu ketua dan menjalankan tugas ketua apabila berhalangan. Sekretaris, yang didukung oleh sekretariat TKPSDA WS (Pasal 31, 38, 45, 52, 59), bertugas menyelenggarakan administrasi TKPSDA WS, menyiapkan bahan rapat, mendokumentasikan hasil rapat, dan melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut rekomendasi. Susunan organisasi dan tata kerja sekretariat TKPSDA WS ditetapkan oleh ketua harian (Pasal 32, 39, 46, 53, 60), memberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan struktur sekretariat dengan kebutuhan operasional masing-masing TKPSDA WS.
Matrix 4.1: Struktur Organisasi TKPSDA WS dan Peran Pejabat Kunci
| Jabatan | Peran Utama | Tugas dan Wewenang Kunci | Akuntabilitas |
|---|---|---|---|
| Ketua | Pemimpin eksekutif dan koordinator utama | Memimpin rapat, menetapkan agenda, menandatangani keputusan, menyampaikan rekomendasi kepada otoritas pembentuk | Bertanggung jawab kepada Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota |
| Wakil Ketua | Deputi ketua | Membantu ketua, menjalankan tugas ketua apabila berhalangan | Mendukung ketua |
| Sekretaris | Administrator dan koordinator operasional | Menyelenggarakan administrasi, menyiapkan bahan rapat, mendokumentasikan keputusan, memantau tindak lanjut | Mendukung ketua dan anggota |
| Anggota | Representasi stakeholder | Memberikan input, berpartisipasi dalam pembahasan, memberikan suara dalam pengambilan keputusan | Mewakili konstituen (instansi atau organisasi) |
| Sekretariat | Pendukung administratif dan teknis | Administrasi, dokumentasi, pemantauan, pelaporan | Mendukung ketua, sekretaris, dan anggota |
4.2 Komposisi Keanggotaan: Unsur Pemerintah dan Nonpemerintah
Pasal 26 ayat (5), Pasal 33 ayat (5), Pasal 40 ayat (5), Pasal 47 ayat (5), dan Pasal 54 ayat (5) menetapkan bahwa anggota TKPSDA WS terdiri atas: (a) anggota dari unsur pemerintah; dan (b) anggota dari unsur nonpemerintah. Komposisi dual-track ini merefleksikan prinsip participatory governance dalam pengelolaan sumber daya air, memastikan bahwa perspektif pemerintah (yang memiliki kewenangan regulasi dan enforcement) dan perspektif masyarakat sipil (yang mewakili kepentingan pengguna air dan pemilik kepentingan lainnya) sama-sama direpresentasikan. Pasal 27, 34, 41, 48, dan 55 merinci unsur pemerintah yang terdiri atas wakil dari: Pemerintah Pusat (kementerian/lembaga terkait Pengelolaan Sumber Daya Air); Pemerintah Daerah provinsi; dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Unsur pemerintah pusat mencakup wakil dari kementerian/lembaga yang memiliki tugas dan fungsi terkait dengan pengelolaan sumber daya air, seperti Kementerian Pekerjaan Umum (infrastruktur air), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (konservasi DAS), Kementerian Pertanian (irigasi), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (air tanah dan energi), dan lembaga lain yang relevan. Unsur pemerintah daerah mencakup dinas-dinas terkait pengelolaan sumber daya air di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pertanian. Pasal 28, 35, 42, 49, dan 56 merinci unsur nonpemerintah yang terdiri atas wakil dari kelompok: petani pemakai air; pengguna air; masyarakat hukum adat; akademisi; dunia usaha; lembaga swadaya masyarakat; dan kelompok masyarakat peduli Sumber Daya Air lainnya. Keterwakilan yang luas ini memastikan bahwa semua kategori pemilik kepentingan (farmers, industrial users, indigenous communities, scientists, businesses, NGOs, community groups) memiliki suara dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air.
Matrix 4.2: Komposisi Keanggotaan TKPSDA WS dan Representasi Stakeholder
| Unsur | Kategori Anggota | Contoh Representasi | Kepentingan yang Diwakili |
|---|---|---|---|
| Pemerintah Pusat | Kementerian/Lembaga | Kemen PUPR, KLHK, Kementan, Kemen ESDM | Kebijakan nasional, standar teknis, pendanaan APBN |
| Pemerintah Daerah Provinsi | Dinas Provinsi | Dinas PU Provinsi, Dinas LH Provinsi | Koordinasi lintas kabupaten/kota, kebijakan provinsi |
| Pemerintah Daerah Kab/Kota | Dinas Kabupaten/Kota | Dinas PU Kabupaten, Dinas Pertanian Kota | Implementasi lokal, kebutuhan masyarakat lokal |
| Nonpemerintah | Petani Pemakai Air | Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) | Kebutuhan air irigasi, jadwal tanam |
| Nonpemerintah | Pengguna Air | Perusahaan air minum (PDAM), industri | Pasokan air untuk domestik dan industri |
| Nonpemerintah | Masyarakat Hukum Adat | Komunitas adat penjaga hutan/sumber air | Hak ulayat atas sumber air, kearifan lokal |
| Nonpemerintah | Akademisi | Universitas, lembaga penelitian | Kajian ilmiah, inovasi teknologi |
| Nonpemerintah | Dunia Usaha | Asosiasi pengusaha, korporasi | Efisiensi penggunaan air, investasi infrastruktur |
| Nonpemerintah | LSM | Organisasi lingkungan, advokasi | Konservasi, transparansi, akuntabilitas |
| Nonpemerintah | Kelompok Peduli SDA | Forum DAS, relawan sungai | Partisipasi masyarakat, pemantauan lokal |
4.3 Prinsip Keseimbangan dan Klausul Fleksibilitas
Pasal 26 ayat (6), Pasal 33 ayat (6), Pasal 40 ayat (6), Pasal 47 ayat (6), dan Pasal 54 ayat (6) menetapkan prinsip keseimbangan: "Jumlah anggota dari unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan jumlah anggota dari unsur nonpemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diupayakan seimbang." Prinsip "diupayakan seimbang" merefleksikan ideal normatif bahwa kedua unsur (pemerintah dan nonpemerintah) memiliki bobot representasi yang setara, memastikan bahwa TKPSDA WS tidak didominasi oleh salah satu pihak. Namun, regulasi juga mengakui realitas praktis bahwa keseimbangan sempurna mungkin tidak selalu tercapai. Oleh karena itu, ayat (7) menetapkan klausul fleksibilitas: "Dalam hal keterwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terpenuhi, jumlah anggota TKPSDA WS dari unsur pemerintah dapat berjumlah lebih banyak dari unsur nonpemerintah." Klausul fleksibilitas ini mengakui bahwa dalam konteks tertentu (misalnya, wilayah sungai di daerah terpencil dengan organisasi masyarakat sipil yang belum berkembang, atau wilayah sungai dengan kepentingan strategis nasional yang memerlukan keterlibatan intensif instansi pemerintah), komposisi anggota mungkin condong ke unsur pemerintah. Penting untuk dicatat bahwa klausul ini bersifat asimetris: regulasi hanya mengizinkan anggota pemerintah lebih banyak dari nonpemerintah, tidak sebaliknya. Asimetri ini merefleksikan pertimbangan bahwa dalam konteks Indonesia, unsur pemerintah memiliki tanggung jawab ultimate untuk pengelolaan sumber daya air, sehingga keterwakilan minimum unsur pemerintah harus dijamin. Namun, prinsip dasar "diupayakan seimbang" tetap menegaskan komitmen regulasi terhadap participatory governance.
5.0 Kriteria Keanggotaan, Masa Jabatan, dan Pendanaan
5.1 Kriteria Keanggotaan Unsur Pemerintah
Pasal 77, 78, 79, 80, dan 81 (untuk berbagai jenis TKPSDA WS) menetapkan kriteria pengajuan anggota TKPSDA WS yang berasal dari unsur pemerintah. Untuk wakil Pemerintah Pusat, kriteria mencakup: (a) pejabat setingkat eselon II atau setingkat eselon III pada unit pelaksana teknis kementerian/lembaga terkait Pengelolaan Sumber Daya Air; dan (b) memiliki tugas dan fungsi yang terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Air sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kriteria eselon memastikan bahwa wakil yang diajukan memiliki posisi struktural yang cukup tinggi untuk dapat membuat komitmen atas nama instansinya, sambil tidak membebani pejabat eselon I yang memiliki tanggung jawab strategis lebih luas. Kriteria "memiliki tugas dan fungsi terkait" memastikan relevansi substantif dan kompetensi teknis. Untuk wakil Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota, kriteria mencakup: (a) pejabat administrator atau pejabat pengawas pada perangkat daerah yang terkait Pengelolaan Sumber Daya Air; dan (b) memiliki tugas dan fungsi yang terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Air sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pejabat administrator (setara eselon III) atau pejabat pengawas (setara eselon IV) merefleksikan tingkat operasional yang cukup untuk terlibat aktif dalam koordinasi teknis, sambil memiliki akses kepada pimpinan instansi untuk pengambilan keputusan strategis. Kriteria yang terstruktur ini memastikan bahwa unsur pemerintah dalam TKPSDA WS memiliki kapasitas, kompetensi, dan kewenangan untuk berpartisipasi efektif dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air.
5.2 Kriteria Keanggotaan Unsur Nonpemerintah
Pasal 77, 78, 79, 80, dan 81 (ayat mengenai unsur nonpemerintah) menetapkan kriteria pengajuan anggota TKPSDA WS yang berasal dari unsur nonpemerintah: (a) wakil yang diusulkan oleh kelompok organisasi/asosiasi; (b) organisasi/asosiasi yang sudah berbadan hukum dan terdaftar pada pemerintah provinsi serta telah berperan aktif di bidang Sumber Daya Air paling sedikit 2 (dua) tahun; dan (c) memiliki anggota pada wilayah sungai yang bersangkutan. Kriteria berbadan hukum dan terdaftar memastikan bahwa organisasi/asosiasi memiliki status legal yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria "berperan aktif paling sedikit 2 tahun" memastikan bahwa organisasi/asosiasi memiliki track record dan pengalaman dalam bidang sumber daya air, bukan organisasi yang baru dibentuk untuk tujuan mendapatkan representasi dalam TKPSDA WS. Kriteria "memiliki anggota pada wilayah sungai yang bersangkutan" memastikan bahwa organisasi/asosiasi memiliki legitimasi dan kepentingan langsung terhadap pengelolaan wilayah sungai tersebut, bukan organisasi yang berbasis di wilayah lain tanpa koneksi dengan wilayah sungai. Kriteria yang ketat ini penting untuk memastikan kualitas representasi nonpemerintah dalam TKPSDA WS dan mencegah partisipasi organisasi yang tidak memiliki kredibilitas atau kepentingan substantif. Proses pemilihan anggota dari unsur nonpemerintah (sebagaimana diatur dalam Pasal 28, 35, 42, 49, 56) diselenggarakan melalui mekanisme pemilihan di antara organisasi/asosiasi yang memenuhi kriteria, memastikan proses yang demokratis dan transparan.
Matrix 5.2: Kriteria Keanggotaan Unsur Nonpemerintah dan Mekanisme Verifikasi
| Kriteria | Substansi | Mekanisme Verifikasi | Tujuan |
|---|---|---|---|
| Berbadan Hukum | Memiliki akta pendirian dan pengesahan dari Kemenkumham | Salinan akta pendirian dan SK Kemenkumham | Memastikan status legal organisasi |
| Terdaftar pada Pemerintah Provinsi | Terdaftar pada dinas/badan provinsi yang relevan | Surat keterangan terdaftar dari pemerintah provinsi | Memastikan organisasi diketahui dan diakui oleh pemerintah daerah |
| Berperan Aktif ≥ 2 Tahun | Memiliki program/kegiatan di bidang SDA selama minimal 2 tahun | Laporan kegiatan, dokumentasi program, publikasi | Memastikan track record dan kredibilitas |
| Memiliki Anggota di WS | Anggota organisasi berdomisili/beraktivitas di wilayah sungai | Daftar anggota dengan alamat domisili | Memastikan legitimasi dan kepentingan langsung |
5.3 Masa Jabatan dan Mekanisme Pemberhentian
Pasal 29, 36, 43, 50, dan 57 (ayat 1) menetapkan bahwa anggota TKPSDA WS bertugas dalam jangka waktu selama 5 (lima) tahun. Ayat (2) menyatakan bahwa anggota dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Masa jabatan 5 tahun merefleksikan keseimbangan antara stabilitas (memberikan waktu yang cukup bagi anggota untuk memahami dinamika pengelolaan sumber daya air dan membangun trust di antara stakeholder) dan rotasi (mencegah stagnasi dan memungkinkan masuknya perspektif baru). Pembatasan pemilihan kembali untuk maksimal satu kali (total maksimum 10 tahun) mencegah monopolisasi keanggotaan oleh individu atau organisasi tertentu dan memastikan sirkulasi representasi. Ayat (3) menyatakan bahwa masa jabatan anggota berakhir apabila: (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri; atau (c) diberhentikan karena: tidak lagi menjabat sebagai pejabat pada instansi yang diusulkan (untuk unsur pemerintah); organisasi/asosiasi yang mengusulkan tidak lagi memenuhi kriteria (untuk unsur nonpemerintah); atau tidak dapat melaksanakan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah. Mekanisme pemberhentian ini memastikan bahwa keanggotaan TKPSDA WS tetap up-to-date dengan perubahan struktural (misalnya, mutasi pejabat pemerintah) dan memastikan akuntabilitas (pemberhentian karena tidak dapat melaksanakan tugas). Ayat (4) dan (5) menetapkan bahwa dalam hal anggota diberhentikan, instansi/organisasi yang semula mengusulkan harus mengusulkan anggota pengganti kepada sekretariat TKPSDA WS. Mekanisme penggantian ini memastikan kontinuitas representasi stakeholder yang bersangkutan.
5.4 Pendanaan: Sumber dan Prinsip
Pasal 87-94 mengatur pendanaan TKPSDA WS. Pasal 87 menetapkan bahwa pendanaan TKPSDA WS lintas negara, lintas provinsi, dan strategis nasional bersumber dari APBN. Pasal 90 menetapkan bahwa pendanaan TKPSDA WS lintas kabupaten/kota bersumber dari APBD provinsi. Pasal 92 menetapkan bahwa pendanaan TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota bersumber dari APBD kabupaten/kota. Prinsip yang diterapkan adalah bahwa sumber pendanaan mengikuti otoritas yang membentuk TKPSDA WS: Menteri (APBN), Gubernur (APBD Provinsi), Bupati/Wali Kota (APBD Kabupaten/Kota). Prinsip ini memastikan bahwa otoritas yang berwenang membentuk TKPSDA WS juga bertanggung jawab menyediakan anggaran operasionalnya. Pasal 88, 91, dan 93 menyatakan bahwa selain dari APBN/APBD, pendanaan TKPSDA WS dapat bersumber dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Klausul "sumber lain yang sah dan tidak mengikat" memungkinkan dukungan dari donor, hibah, kontribusi sukarela dari anggota, atau sumber lain, selama sah secara hukum dan tidak menciptakan conflict of interest atau ketergantungan yang dapat mempengaruhi independensi TKPSDA WS. Pasal 89, 91 (ayat 2), dan 94 menyatakan bahwa pendanaan digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas TKPSDA WS, mencakup sekretariat, penyelenggaraan rapat, pemantauan dan evaluasi, dan kegiatan lain yang diperlukan. Pengaturan pendanaan yang jelas ini penting untuk memastikan keberlanjutan operasional TKPSDA WS dan mencegah vakum pendanaan yang dapat melumpuhkan fungsi koordinasi.
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
PERMENPU 2/2024 menetapkan kerangka kelembagaan yang komprehensif dan terstruktur untuk koordinasi pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai melalui pembentukan TKPSDA WS. Arsitektur lima tingkat (lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional, lintas kabupaten/kota, dalam satu kabupaten/kota) memastikan bahwa mekanisme koordinasi disesuaikan dengan kompleksitas geografis dan stakeholder wilayah sungai di Indonesia. Kedudukan nonstruktural TKPSDA WS merefleksikan pilihan kebijakan untuk menghindari pembentukan lapisan birokrasi tambahan, sambil memastikan fungsi koordinasi yang efektif melalui mekanisme forum multi-stakeholder. Komposisi dual-track (unsur pemerintah dan nonpemerintah) dengan prinsip keseimbangan yang diupayakan merefleksikan komitmen terhadap participatory governance, memastikan bahwa pengelolaan sumber daya air tidak hanya ditentukan oleh otoritas pemerintah tetapi juga melibatkan perspektif pengguna air, masyarakat adat, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat sipil.
Tugas tiga pilar (menyelaraskan kepentingan, memberikan saran dan pertimbangan, memantau dan mengevaluasi) memberikan kerangka fungsional yang jelas, sementara fungsi koordinasi melalui pembahasan substantif (pola dan rencana pengelolaan, konservasi, pendayagunaan, pengendalian daya rusak, zona pemanfaatan, operasi dan pemeliharaan, penyelesaian sengketa, pendayagunaan kelembagaan) memastikan bahwa koordinasi mencakup seluruh dimensi pengelolaan sumber daya air. Kriteria keanggotaan yang ketat (untuk unsur pemerintah: pejabat eselon II/III/administrator/pengawas dengan tugas terkait SDA; untuk unsur nonpemerintah: organisasi berbadan hukum, terdaftar, berperan aktif ≥2 tahun, memiliki anggota di wilayah sungai) memastikan kualitas representasi dan kompetensi anggota TKPSDA WS. Masa jabatan 5 tahun dengan maksimal satu kali pemilihan kembali menciptakan keseimbangan antara stabilitas dan rotasi. Pengaturan pendanaan yang mengikuti otoritas pembentuk (APBN untuk Menteri, APBD Provinsi untuk Gubernur, APBD Kabupaten/Kota untuk Bupati/Wali Kota) dengan kemungkinan sumber lain yang sah dan tidak mengikat memastikan keberlanjutan operasional.
Ketentuan peralihan yang memberikan waktu 2 tahun bagi TKPSDA WS yang telah dibentuk sebelumnya untuk menyesuaikan dengan regulasi baru menunjukkan pendekatan pragmatis yang memberikan waktu transisi yang cukup. Pencabutan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8/PRT/M/2012 menandai modernisasi kerangka kelembagaan koordinasi pengelolaan sumber daya air yang selaras dengan paradigma UU 17/2019 dan PP 30/2024. Implementasi efektif PERMENPU 2/2024 memerlukan komitmen dari otoritas pembentuk (Menteri, Gubernur, Bupati/Wali Kota) untuk segera membentuk TKPSDA WS di wilayah-wilayah sungai yang belum memilikinya, mengalokasikan anggaran yang memadai, dan memastikan bahwa rekomendasi TKPSDA WS benar-benar dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya air. Tantangan utama implementasi terletak pada memastikan partisipasi aktif unsur nonpemerintah (bukan hanya representasi formal) dan memastikan bahwa TKPSDA WS tidak hanya menjadi forum seremonial tetapi benar-benar berfungsi sebagai wadah koordinasi yang efektif untuk menyelesaikan konflik kepentingan dan mengharmonisasikan perencanaan serta implementasi pengelolaan sumber daya air.
Disclaimer
Artikel ini merupakan analisis hukum berbasis pada teks Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Wilayah Sungai. Analisis ini dimaksudkan untuk tujuan edukasi dan informasi, bukan sebagai nasihat hukum. Pembaca yang memerlukan panduan implementasi spesifik disarankan untuk berkonsultasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum, pemerintah daerah yang berwenang, atau praktisi hukum yang berkompeten dalam bidang pengelolaan sumber daya air. Penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan interpretasi atau penggunaan informasi dalam artikel ini untuk tujuan operasional tanpa verifikasi lebih lanjut terhadap teks regulasi resmi dan peraturan pelaksananya.
Sumber Regulasi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Wilayah Sungai. Tersedia di: https://peraturan.bpk.go.id/Details/328867
Artikel ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah ditinjau untuk memastikan akurasi analisis terhadap teks regulasi. Konten AI-generated ditandai dengan tag 'ai-generated'.
Disclaimer
This article was AI-generated under an experimental legal-AI application. It may contain errors, inaccuracies, or hallucinations. The content is provided for informational purposes only and should not be relied upon as legal advice or authoritative interpretation of regulations.
We accept no liability whatsoever for any decisions made based on this article. Readers are strongly advised to:
- Consult the official regulation text from government sources
- Seek professional legal counsel for specific matters
- Verify all information independently
This experimental AI application is designed to improve access to regulatory information, but accuracy cannot be guaranteed.