PERMENPU 3/2024: Kerangka Kelembagaan Dewan Sumber Daya Air Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk Koordinasi Pengelolaan Air Tingkat Daerah
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Pembentukan Dewan Sumber Daya Air Provinsi dan Kabupaten/Kota (PERMENPU 3/2024) menetapkan kerangka kelembagaan koordinasi pengelolaan sumber daya air pada tingkat pemerintahan daerah. Regulasi ini, yang diterbitkan untuk melaksanakan amanat Pasal 65 ayat (10) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, menetapkan pedoman pembentukan Dewan SDA Provinsi dan Dewan SDA Kabupaten/Kota sebagai wadah koordinasi nonstruktural yang mengoordinasikan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. PERMENPU 3/2024 melengkapi PERMENPU 2/2024 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS), menciptakan sistem koordinasi dua lapis: koordinasi berbasis wilayah sungai (TKPSDA WS) dan koordinasi berbasis wilayah administratif (Dewan SDA). Regulasi ini merefleksikan pengakuan terhadap pentingnya koordinasi tingkat daerah dalam pengelolaan sumber daya air, mengingat kewenangan pemerintah daerah yang signifikan dalam implementasi kebijakan air pasca-desentralisasi.
1.0 Kerangka Hukum dan Konsep Dasar
1.1 Hierarki Peraturan dan Landasan Yuridis
PERMENPU 3/2024 disusun berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan yang koheren. Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 menjadi landasan konstitusional, sementara UU 39/2008 tentang Kementerian Negara (sebagaimana telah diubah dengan UU 61/2024) memberikan dasar kewenangan kementerian. UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air (sebagaimana telah diubah dengan UU 6/2023 tentang Penetapan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang) menjadi landasan substantif utama, khususnya Pasal 65 ayat (10) yang mengamanatkan pembentukan Dewan SDA Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal 65 ayat (1) UU 17/2019 menetapkan bahwa "Untuk menyelaraskan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air, dibentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, Dewan Sumber Daya Air provinsi, dan Dewan Sumber Daya Air kabupaten/kota." PP 30/2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air memberikan landasan teknis implementasi, sementara Perpres 37/2023 tentang Kebijakan Nasional Sumber Daya Air mengatur kerangka kebijakan makro yang harus dirujuk oleh Dewan SDA tingkat daerah. Perpres 170/2024 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Permenpu 1/2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum melengkapi kerangka kewenangan kelembagaan. Hierarki regulasi yang terstruktur ini memastikan bahwa PERMENPU 3/2024 memiliki landasan hukum yang kuat dan terintegrasi dengan sistem hukum nasional serta kebijakan nasional sumber daya air.
1.2 Definisi Operasional dan Konsep Kunci
Pasal 1 PERMENPU 3/2024 menetapkan definisi-definisi operasional yang fundamental. "Sumber Daya Air" didefinisikan sebagai air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya, konsisten dengan definisi dalam UU 17/2019. "Dewan SDA Provinsi" dimaknai sebagai wadah koordinasi yang bersifat nonstruktural pada tingkat provinsi yang mengoordinasikan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi. "Dewan SDA Kabupaten/Kota" dimaknai sebagai wadah koordinasi yang bersifat nonstruktural pada tingkat kabupaten/kota yang mengoordinasikan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat kabupaten/kota. Konsep "nonstruktural" kembali menegaskan bahwa Dewan SDA bukan lembaga birokrasi struktural dengan kewenangan eksekutif, melainkan wadah koordinasi yang memfasilitasi harmonisasi kebijakan dan program pengelolaan sumber daya air. Definisi "Unsur Pemerintah" mencakup wakil dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Air. Definisi "Unsur Nonpemerintah" mencakup wakil dari kelompok masyarakat yang terdiri atas petani pemakai air, pengguna air, masyarakat hukum adat, akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga masyarakat adat dan lembaga masyarakat pelestarian lingkungan Sumber Daya Air. Komposisi dual-track ini merefleksikan komitmen terhadap participatory governance dalam pengelolaan sumber daya air, memastikan bahwa perspektif pemerintah dan masyarakat sipil sama-sama direpresentasikan dalam koordinasi tingkat daerah.
Matrix 1.2: Perbandingan Dewan SDA Provinsi dan Dewan SDA Kabupaten/Kota
| Aspek | Dewan SDA Provinsi | Dewan SDA Kabupaten/Kota |
|---|---|---|
| Dasar Hukum | UU 17/2019 Pasal 65 ayat (1) | UU 17/2019 Pasal 65 ayat (1) |
| Otoritas Pembentuk | Gubernur | Bupati/Wali Kota |
| Kedudukan | Nonstruktural, bertanggung jawab kepada Gubernur | Nonstruktural, bertanggung jawab kepada Bupati/Wali Kota |
| Lokasi | Ibu kota provinsi | Ibu kota kabupaten/kota |
| Cakupan Koordinasi | Tingkat provinsi (lintas kabupaten/kota) | Tingkat kabupaten/kota (lokal) |
| Ketua | Gubernur (ex officio) | Bupati/Wali Kota (ex officio) |
| Sumber Pendanaan | APBD Provinsi | APBD Kabupaten/Kota |
| Hubungan Hierarkis | Berkoordinasi dengan Dewan SDA Nasional | Berkoordinasi dengan Dewan SDA Provinsi |
1.3 Ruang Lingkup Pengaturan dan Cakupan Pedoman
Pasal 2 menetapkan bahwa Peraturan Menteri ini mengatur pedoman pembentukan Dewan SDA Provinsi dan Dewan SDA Kabupaten/Kota. Pasal 3 merinci bahwa pedoman pembentukan Dewan SDA mencakup enam elemen: (a) kedudukan, lokasi, tugas, dan fungsi; (b) susunan organisasi; (c) tata kerja; (d) tata cara pembentukan dan penetapan; (e) hubungan kerja; dan (f) pendanaan. Cakupan yang komprehensif ini paralel dengan PERMENPU 2/2024 tentang TKPSDA WS, memastikan konsistensi kerangka regulasi untuk wadah koordinasi berbasis wilayah sungai dan berbasis wilayah administratif. Pasal 4 menetapkan otoritas pembentukan: (1) Koordinasi pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota dilakukan oleh Dewan SDA Provinsi atau Dewan SDA Kabupaten/Kota; (2) Dewan SDA Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Gubernur; (3) Dewan SDA Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Bupati/Wali Kota. Alokasi kewenangan pembentukan kepada kepala daerah (Gubernur, Bupati/Wali Kota) merefleksikan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, memberikan fleksibilitas kepada pemerintah daerah untuk menyesuaikan struktur dan mekanisme Dewan SDA dengan konteks lokal, sambil tetap mengikuti pedoman nasional yang ditetapkan dalam PERMENPU 3/2024. Pendekatan ini mengakui bahwa karakteristik sumber daya air, kompleksitas stakeholder, dan kapasitas kelembagaan berbeda-beda di setiap provinsi dan kabupaten/kota, sehingga diperlukan fleksibilitas operasional dalam kerangka standar nasional.
2.0 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Dewan SDA
2.1 Kedudukan Nonstruktural dan Akuntabilitas
Pasal 5 menetapkan bahwa Dewan SDA Provinsi bersifat nonstruktural, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Pasal 9 menetapkan bahwa Dewan SDA Kabupaten/Kota bersifat nonstruktural, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Wali Kota. Konsep "nonstruktural" memiliki implikasi fundamental yang sama dengan TKPSDA WS: Dewan SDA bukan lembaga birokrasi dengan kewenangan eksekutif, anggaran belanja struktural, atau jabatan fungsional tersendiri. Dewan SDA adalah wadah koordinasi yang memfasilitasi dialog, harmonisasi kebijakan, dan pengambilan keputusan partisipatif dalam pengelolaan sumber daya air. Prinsip "berada di bawah dan bertanggung jawab kepada" Gubernur atau Bupati/Wali Kota memastikan akuntabilitas kepada kepala daerah yang memiliki kewenangan eksekutif dalam pengelolaan sumber daya air di tingkat daerah. Ketua Dewan SDA Provinsi adalah Gubernur (ex officio), dan Ketua Dewan SDA Kabupaten/Kota adalah Bupati/Wali Kota (ex officio), menegaskan bahwa kepemimpinan Dewan SDA dipegang oleh kepala daerah yang memiliki mandat politik dan kewenangan administratif untuk mengimplementasikan keputusan koordinasi. Kedudukan nonstruktural ini penting untuk memastikan fleksibilitas dan adaptabilitas Dewan SDA terhadap dinamika pengelolaan sumber daya air, sambil menghindari rigiditas birokrasi struktural yang dapat menghambat koordinasi efektif.
2.2 Lokasi: Prinsip Aksesibilitas Administratif
Pasal 6 menetapkan bahwa Dewan SDA Provinsi berlokasi di ibu kota provinsi. Pasal 10 menetapkan bahwa Dewan SDA Kabupaten/Kota berlokasi di ibu kota kabupaten/kota. Penetapan lokasi di ibu kota administratif berbeda dengan TKPSDA WS yang berlokasi di salah satu kabupaten/kota dalam wilayah sungai (tidak harus ibu kota provinsi). Perbedaan ini merefleksikan perbedaan sifat koordinasi: TKPSDA WS berbasis wilayah sungai (ekosistem hidrologis) sehingga lokasinya ditentukan berdasarkan kedekatan dengan wilayah sungai yang dikoordinasikan, sementara Dewan SDA berbasis wilayah administratif sehingga lokasinya ditentukan berdasarkan aksesibilitas kepada pusat pemerintahan daerah. Lokasi di ibu kota provinsi atau kabupaten/kota memastikan bahwa Dewan SDA memiliki akses yang mudah kepada kantor-kantor pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan stakeholder utama yang umumnya berbasis di ibu kota. Prinsip aksesibilitas administratif ini juga memfasilitasi koordinasi dengan instansi vertikal kementerian/lembaga yang berkantor di ibu kota provinsi, serta memudahkan partisipasi anggota Dewan SDA dari berbagai instansi dan organisasi yang sebagian besar berlokasi di ibu kota.
2.3 Tugas Koordinasi dan Fungsi Substantif
Pasal 7 menetapkan bahwa Dewan SDA Provinsi mempunyai tugas mengoordinasikan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi. Pasal 11 menetapkan bahwa Dewan SDA Kabupaten/Kota mempunyai tugas mengoordinasikan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat kabupaten/kota. Tugas koordinasi ini lebih luas dan lebih strategis dibandingkan dengan tugas TKPSDA WS yang fokus pada koordinasi tingkat wilayah sungai. Dewan SDA mengoordinasikan seluruh aspek pengelolaan sumber daya air dalam wilayah administratif provinsi atau kabupaten/kota, mencakup semua wilayah sungai yang ada di dalamnya. Pasal 8 (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 12 (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) merinci fungsi koordinasi yang identik di kedua tingkatan: (a) koordinasi dalam perumusan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi/kabupaten/kota; (b) koordinasi perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi/kabupaten/kota; (c) koordinasi pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi/kabupaten/kota; (d) koordinasi pemantauan dan evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi/kabupaten/kota; (e) koordinasi dalam penyelesaian sengketa antarpengguna Sumber Daya Air dan/atau antarpemilik kepentingan Sumber Daya Air pada tingkat provinsi/kabupaten/kota; dan (f) koordinasi dalam menindaklanjuti hasil koordinasi Dewan Sumber Daya Air Nasional dan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Wilayah Sungai dalam rangka Pengelolaan Sumber Daya Air. Fungsi-fungsi ini mencakup seluruh siklus pengelolaan (perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi), penyelesaian konflik, dan tindak lanjut koordinasi vertikal dengan Dewan SDA Nasional dan horizontal dengan TKPSDA WS.
Matrix 2.3: Fungsi Dewan SDA dan Mekanisme Implementasi
| Fungsi Koordinasi | Substansi | Mekanisme Implementasi | Output yang Diharapkan |
|---|---|---|---|
| Perumusan Kebijakan | Harmonisasi kebijakan SDA tingkat daerah dengan kebijakan nasional | Sidang pleno, pembahasan rancangan peraturan daerah, konsultasi publik | Perda/Pergub/Perbup/Perwali tentang pengelolaan SDA |
| Perencanaan | Koordinasi rencana pengelolaan SDA lintas sektor dan lintas wilayah | Pembahasan dokumen perencanaan (RPJMD, Renstra OPD, Rencana Pengelolaan SDA) | Rencana pengelolaan SDA yang terintegrasi dan sinergis |
| Pelaksanaan | Koordinasi implementasi program/kegiatan pengelolaan SDA | Rapat koordinasi pelaksanaan, monitoring progres program | Sinkronisasi pelaksanaan program antarinstansi |
| Pemantauan dan Evaluasi | Oversight terhadap pencapaian target pengelolaan SDA | Pemantauan lapangan, evaluasi kinerja, pelaporan | Laporan evaluasi, rekomendasi perbaikan |
| Penyelesaian Sengketa | Mediasi konflik antarpengguna air atau antarpemilik kepentingan | Forum mediasi, negosiasi, penyusunan kesepakatan | Kesepakatan penyelesaian sengketa, pencegahan eskalasi konflik |
| Tindak Lanjut Koordinasi Vertikal/Horizontal | Implementasi hasil koordinasi Dewan SDA Nasional dan TKPSDA WS | Sosialisasi hasil koordinasi, penyusunan rencana aksi, monitoring implementasi | Program/kegiatan tindak lanjut di tingkat daerah |
2.4 Hubungan Dewan SDA dengan TKPSDA WS: Koordinasi Dual-Track
Salah satu aspek penting PERMENPU 3/2024 adalah mengatur hubungan antara Dewan SDA (berbasis wilayah administratif) dan TKPSDA WS (berbasis wilayah sungai). Pasal 8 huruf (f) dan Pasal 12 huruf (f) menetapkan fungsi Dewan SDA untuk "koordinasi dalam menindaklanjuti hasil koordinasi Dewan Sumber Daya Air Nasional dan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Wilayah Sungai dalam rangka Pengelolaan Sumber Daya Air." Pasal 41 mengatur hubungan kerja secara lebih rinci: (1) Hubungan kerja antara Dewan SDA Nasional, Dewan SDA Provinsi, dan Dewan SDA Kabupaten/Kota bersifat koordinatif dan konsultatif; (2) Hubungan kerja Dewan SDA Provinsi atau Dewan SDA Kabupaten/Kota dengan TKPSDA WS bersifat koordinatif. Prinsip koordinatif dan konsultatif menegaskan bahwa tidak ada hubungan hierarkis yang bersifat komando-dan-kontrol, melainkan hubungan setara yang didasarkan pada koordinasi dan konsultasi. Sistem dual-track ini (Dewan SDA untuk koordinasi berbasis wilayah administratif, TKPSDA WS untuk koordinasi berbasis wilayah sungai) menciptakan mekanisme checks and balances: Dewan SDA memastikan bahwa pengelolaan sumber daya air selaras dengan kebijakan daerah dan kebutuhan lintas sektor di wilayah administratif, sementara TKPSDA WS memastikan bahwa pengelolaan sumber daya air selaras dengan karakteristik ekosistem wilayah sungai dan kebutuhan lintas wilayah administratif dalam satu wilayah sungai. Koordinasi antara kedua wadah ini penting untuk menghindari fragmentasi pengelolaan sumber daya air dan memastikan integrasi antara perspektif administratif dan perspektif ekologis.
3.0 Susunan Organisasi dan Komposisi Keanggotaan
3.1 Struktur Organisasi dan Peran Eksekutif
Pasal 13 (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 19 (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) menetapkan struktur organisasi yang identik: (a) ketua merangkap anggota; (b) wakil ketua merangkap anggota; (c) sekretaris merangkap anggota; dan (d) anggota. Ayat (2) menegaskan bahwa ketua Dewan SDA Provinsi dijabat oleh Gubernur, dan ketua Dewan SDA Kabupaten/Kota dijabat oleh Bupati/Wali Kota. Ketua ex officio oleh kepala daerah merefleksikan prinsip bahwa koordinasi pengelolaan sumber daya air di tingkat daerah harus dipimpin oleh pejabat yang memiliki kewenangan eksekutif dan mandat politik tertinggi di tingkat daerah. Gubernur atau Bupati/Wali Kota memiliki kapasitas untuk membuat komitmen politik, mengalokasikan anggaran, dan mengarahkan instansi pemerintah daerah untuk mengimplementasikan keputusan koordinasi. Ayat (3) menetapkan bahwa wakil ketua dijabat oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur/Bupati/Wali Kota dari anggota yang berasal dari Unsur Pemerintah. Wakil ketua berperan sebagai deputi ketua yang membantu pelaksanaan tugas koordinasi sehari-hari. Ayat (4) menetapkan bahwa sekretaris dijabat oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur/Bupati/Wali Kota dari anggota yang berasal dari Unsur Pemerintah. Sekretaris, yang didukung oleh sekretariat Dewan SDA, menyelenggarakan administrasi, menyiapkan bahan rapat, mendokumentasikan keputusan, dan melakukan pemantauan tindak lanjut. Struktur dengan ketua ex officio kepala daerah ini berbeda dengan TKPSDA WS yang ketuanya tidak harus Gubernur atau Bupati/Wali Kota, merefleksikan bahwa Dewan SDA memiliki peran yang lebih strategis dalam koordinasi kebijakan daerah secara keseluruhan.
3.2 Komposisi Dual-Track: Unsur Pemerintah dan Nonpemerintah
Pasal 13 ayat (7) (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 19 ayat (7) (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) menetapkan komposisi keanggotaan dual-track: (a) anggota dari Unsur Pemerintah; dan (b) anggota dari Unsur Nonpemerintah. Ayat (8) menetapkan prinsip keseimbangan: "Jumlah anggota dari Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dan jumlah anggota dari Unsur Nonpemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b diupayakan seimbang." Prinsip "diupayakan seimbang" merefleksikan ideal normatif participatory governance, memastikan bahwa perspektif pemerintah dan masyarakat sipil memiliki bobot representasi yang setara. Ayat (9) menetapkan klausul fleksibilitas: "Dalam hal keterwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak terpenuhi, jumlah anggota Dewan SDA dari Unsur Pemerintah dapat berjumlah lebih banyak dari Unsur Nonpemerintah." Klausul asimetris ini (mengizinkan Unsur Pemerintah lebih banyak, tidak sebaliknya) merefleksikan pertimbangan bahwa unsur pemerintah memiliki tanggung jawab ultimate untuk pengelolaan sumber daya air. Pasal 13 ayat (10) dan Pasal 19 ayat (8) merinci Unsur Pemerintah untuk Dewan SDA Provinsi yang terdiri atas wakil dari: (a) Pemerintah Pusat (kementerian/lembaga terkait SDA); (b) Pemerintah Daerah provinsi; dan (c) Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota, Unsur Pemerintah terdiri atas wakil dari: (a) Pemerintah Pusat; (b) Pemerintah Daerah provinsi; dan (c) Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Unsur Nonpemerintah terdiri atas wakil dari kelompok: petani pemakai air, pengguna air, masyarakat hukum adat, akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, lembaga masyarakat adat, dan lembaga masyarakat pelestarian lingkungan Sumber Daya Air (Pasal 14 ayat 2 untuk Provinsi, Pasal 20 ayat 2 untuk Kabupaten/Kota). Representasi yang luas ini memastikan inklusivitas dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air.
Matrix 3.2: Komposisi Keanggotaan Dewan SDA dan Kategori Stakeholder
| Unsur | Kategori Anggota | Representasi (Provinsi) | Representasi (Kabupaten/Kota) |
|---|---|---|---|
| Pemerintah Pusat | Kementerian/Lembaga | Kemen PUPR, KLHK, Kementan, Kemen ESDM (kantor wilayah/UPT provinsi) | Kemen PUPR, KLHK, Kementan, Kemen ESDM (kantor wilayah/UPT kabupaten/kota) |
| Pemerintah Daerah Provinsi | OPD Provinsi | Dinas PU Provinsi, Dinas LH Provinsi, Dinas Pertanian Provinsi | Dinas PU Provinsi, Dinas LH Provinsi |
| Pemerintah Daerah Kab/Kota | OPD Kabupaten/Kota | Dinas PU Kabupaten/Kota, Dinas LH Kabupaten/Kota | Dinas PU Kabupaten/Kota, Dinas LH Kabupaten/Kota |
| Nonpemerintah | Petani Pemakai Air | P3A tingkat provinsi | P3A tingkat kabupaten/kota |
| Nonpemerintah | Pengguna Air | PDAM, asosiasi industri | PDAM, industri lokal |
| Nonpemerintah | Masyarakat Hukum Adat | Komunitas adat provinsi | Komunitas adat lokal |
| Nonpemerintah | Akademisi | Universitas provinsi | Universitas/kampus lokal |
| Nonpemerintah | Dunia Usaha | Asosiasi pengusaha provinsi | Kamar dagang kabupaten/kota |
| Nonpemerintah | LSM | NGO lingkungan provinsi | NGO lokal |
| Nonpemerintah | Lembaga Masyarakat Adat | Lembaga adat provinsi | Lembaga adat lokal |
| Nonpemerintah | Lembaga Pelestarian Lingkungan | Forum DAS provinsi | Kelompok peduli sungai lokal |
3.3 Masa Jabatan dan Mekanisme Pergantian
Pasal 15 ayat (1) (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 21 ayat (1) (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) menetapkan bahwa anggota bertugas dalam jangka waktu selama 5 (lima) tahun. Ayat (2) menyatakan bahwa anggota dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya (maksimal total 10 tahun). Masa jabatan dan pembatasan ini identik dengan TKPSDA WS, merefleksikan konsistensi prinsip rotasi dan pencegahan monopolisasi. Ayat (3) merinci kondisi berakhirnya masa jabatan: (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri; atau (c) diberhentikan karena: tidak lagi menjabat sebagai pejabat pada instansi yang diusulkan (untuk Unsur Pemerintah); organisasi/asosiasi yang mengusulkan tidak lagi memenuhi kriteria (untuk Unsur Nonpemerintah); atau tidak dapat melaksanakan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah. Ayat (5) dan (6) menetapkan bahwa dalam hal anggota diberhentikan, instansi/organisasi yang semula mengusulkan harus mengusulkan anggota pengganti ke sekretariat Dewan SDA. Mekanisme penggantian ini memastikan kontinuitas representasi stakeholder. Yang menarik, regulasi tidak menetapkan masa jabatan untuk ketua (Gubernur/Bupati/Wali Kota), wakil ketua, dan sekretaris karena jabatan mereka ex officio atau berdasarkan penunjukan, sehingga berakhir apabila yang bersangkutan tidak lagi menjabat atau ditunjuk ulang.
4.0 Kriteria Keanggotaan, Tata Kerja, dan Hubungan Kelembagaan
4.1 Kriteria Keanggotaan dan Mekanisme Pemilihan
Pasal 33 (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 37 (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) menetapkan kriteria pengajuan anggota dari Unsur Pemerintah: (a) pejabat administrator atau pejabat pengawas pada perangkat daerah yang terkait Pengelolaan Sumber Daya Air; dan (b) memiliki tugas dan fungsi yang terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kriteria ini paralel dengan TKPSDA WS, memastikan bahwa wakil pemerintah memiliki posisi struktural yang cukup untuk membuat komitmen dan memiliki kompetensi teknis terkait pengelolaan sumber daya air. Untuk Unsur Nonpemerintah, kriteria mencakup: (a) wakil yang diusulkan oleh kelompok organisasi/asosiasi; (b) organisasi/asosiasi yang sudah berbadan hukum dan terdaftar pada pemerintah provinsi/kabupaten/kota serta telah berperan aktif di bidang Sumber Daya Air paling sedikit 2 (dua) tahun; dan (c) memiliki anggota pada provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Kriteria berbadan hukum, terdaftar, dan berperan aktif minimal 2 tahun memastikan kredibilitas dan track record organisasi. Pasal 34, 35, 36 (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 38, 39, 40 (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) mengatur mekanisme pemilihan anggota yang tercantum dalam Lampiran. Mekanisme ini mencakup penyelenggaraan pemilihan calon anggota melalui proses demokratis dan transparan, diselenggarakan paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya masa kerja anggota. Proses pemilihan yang terstruktur ini memastikan legitimasi dan akuntabilitas anggota Dewan SDA.
4.2 Tata Kerja: Sidang Pleno dan Pelaporan
Pasal 25 (untuk Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 29 (untuk Dewan SDA Kabupaten/Kota) mengatur tata kerja Dewan SDA. Ayat (1) menetapkan bahwa Dewan SDA melakukan sidang pleno paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Frekuensi minimal 2 kali setahun memastikan bahwa koordinasi dilakukan secara reguler dan tidak bersifat ad hoc. Ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal diperlukan, Dewan SDA dapat melakukan sidang pleno sewaktu-waktu. Fleksibilitas ini memungkinkan respons cepat terhadap isu-isu mendesak seperti bencana banjir atau kekeringan. Ayat (3) menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas, Dewan SDA dapat mengundang narasumber dari unsur perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, atau masyarakat terkait. Keterlibatan narasumber eksternal memastikan bahwa pembahasan Dewan SDA diinformasikan oleh expertise dan perspektif yang relevan. Pasal 26 (Dewan SDA Provinsi) dan Pasal 30 (Dewan SDA Kabupaten/Kota) menetapkan bahwa Dewan SDA dalam menyusun dan menetapkan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air tingkat provinsi/kabupaten/kota mengacu pada Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Perpres 37/2023). Prinsip rujukan ini memastikan konsistensi kebijakan tingkat daerah dengan kebijakan nasional. Pasal 27 (Provinsi) dan Pasal 31 (Kabupaten/Kota) menetapkan bahwa Dewan SDA harus menyampaikan laporan tertulis pelaksanaan tugas dan fungsi kepada Gubernur/Bupati/Wali Kota paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, dengan tembusan kepada direktur jenderal yang membidangi Sumber Daya Air. Pelaporan kepada direktur jenderal memastikan bahwa pemerintah pusat dapat memantau implementasi koordinasi pengelolaan sumber daya air di tingkat daerah.
4.3 Hubungan Kerja dan Integrasi Kelembagaan
Pasal 41 mengatur hubungan kerja antarlembaga koordinasi pengelolaan sumber daya air. Ayat (1) menetapkan bahwa "Hubungan kerja antara Dewan SDA Nasional, Dewan SDA Provinsi, dan Dewan SDA Kabupaten/Kota bersifat koordinatif dan konsultatif." Hubungan koordinatif dan konsultatif menegaskan bahwa tidak ada hubungan hierarkis formal (komando-dan-kontrol) antara Dewan SDA Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, meskipun dalam praktik Dewan SDA Nasional memiliki peran memberikan arahan kebijakan yang harus dirujuk oleh Dewan SDA tingkat daerah (sebagaimana diatur dalam Pasal 26 dan 30 mengenai kewajiban mengacu pada Kebijakan Nasional Sumber Daya Air). Ayat (2) menetapkan bahwa "Hubungan kerja Dewan SDA Provinsi atau Dewan SDA Kabupaten/Kota dengan TKPSDA WS bersifat koordinatif." Hubungan koordinatif antara Dewan SDA dan TKPSDA WS menciptakan sistem dual-track yang perlu dikelola dengan hati-hati untuk menghindari duplikasi atau tumpang tindih. Dalam praktik, Dewan SDA Provinsi/Kabupaten/Kota akan berkoordinasi dengan TKPSDA WS yang wilayah sungainya berada dalam provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan untuk memastikan bahwa kebijakan dan program tingkat provinsi/kabupaten/kota selaras dengan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air tingkat wilayah sungai. TKPSDA WS memberikan input teknis berbasis karakteristik wilayah sungai, sementara Dewan SDA memastikan integrasi dengan kebijakan pembangunan daerah secara keseluruhan. Koordinasi yang efektif antara kedua wadah ini krusial untuk menghindari fragmentasi dan memastikan integrated water resources management (IWRM) yang menggabungkan perspektif ekologis (wilayah sungai) dan perspektif administratif (wilayah provinsi/kabupaten/kota).
Matrix 4.3: Hubungan Kerja Antarwadah Koordinasi Pengelolaan SDA
| Hubungan | Sifat | Mekanisme Koordinasi | Output yang Diharapkan |
|---|---|---|---|
| Dewan SDA Nasional ↔ Dewan SDA Provinsi | Koordinatif dan konsultatif (vertikal) | Penyampaian kebijakan nasional, konsultasi kebijakan provinsi, pelaporan | Kebijakan provinsi yang selaras dengan kebijakan nasional |
| Dewan SDA Provinsi ↔ Dewan SDA Kabupaten/Kota | Koordinatif dan konsultatif (vertikal) | Penyampaian kebijakan provinsi, konsultasi kebijakan kabupaten/kota, pelaporan | Kebijakan kabupaten/kota yang selaras dengan kebijakan provinsi |
| Dewan SDA Provinsi ↔ TKPSDA WS (lintas provinsi, strategis nasional) | Koordinatif (horizontal) | Rapat koordinasi, pembahasan pola pengelolaan SDA WS, harmonisasi program | Sinkronisasi kebijakan provinsi dengan rencana pengelolaan WS |
| Dewan SDA Kabupaten/Kota ↔ TKPSDA WS (lintas kab/kota, dalam satu kab/kota) | Koordinatif (horizontal) | Rapat koordinasi, pembahasan rencana pengelolaan SDA WS, harmonisasi program | Sinkronisasi kebijakan kabupaten/kota dengan rencana pengelolaan WS |
4.4 Pendanaan dan Keberlanjutan Operasional
Pasal 42 mengatur pendanaan Dewan SDA. Ayat (1) menetapkan bahwa pendanaan operasional Dewan SDA Provinsi bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) menetapkan bahwa pendanaan operasional Dewan SDA Kabupaten/Kota bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip pendanaan dari APBD provinsi/kabupaten/kota paralel dengan prinsip bahwa Gubernur/Bupati/Wali Kota yang membentuk Dewan SDA, sehingga pemerintah daerah yang bersangkutan juga bertanggung jawab menyediakan anggaran operasional. Klausul "sumber lain yang sah dan tidak mengikat" memungkinkan dukungan dari donor, hibah, kontribusi sukarela, atau sumber lain, selama sah secara hukum dan tidak menciptakan conflict of interest. Ayat (3) menyatakan bahwa pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas Dewan SDA Provinsi dan Dewan SDA Kabupaten/Kota. Penggunaan anggaran mencakup operasional sekretariat, penyelenggaraan sidang pleno, pemantauan dan evaluasi, dan kegiatan lain yang diperlukan untuk pelaksanaan fungsi koordinasi. Komitmen pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBD krusial untuk keberlanjutan operasional Dewan SDA dan efektivitas koordinasi pengelolaan sumber daya air.
5.0 Ketentuan Peralihan dan Implikasi Implementasi
5.1 Ketentuan Peralihan dan Penyesuaian Kelembagaan
Pasal 43 menetapkan ketentuan peralihan: "Dalam hal Dewan SDA Provinsi atau Dewan SDA Kabupaten/Kota telah dibentuk sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, disesuaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan." Ketentuan peralihan ini mengakui bahwa sebagian provinsi dan kabupaten/kota mungkin telah membentuk Dewan SDA berdasarkan peraturan sebelumnya atau inisiatif daerah sendiri, dan memberikan waktu transisi 2 tahun untuk menyesuaikan struktur, komposisi, dan mekanisme kerja Dewan SDA yang ada dengan ketentuan PERMENPU 3/2024. Periode transisi 2 tahun dianggap cukup untuk melakukan proses penyesuaian yang mencakup: evaluasi struktur dan keanggotaan Dewan SDA yang ada, pemilihan anggota baru sesuai dengan kriteria PERMENPU 3/2024 (jika diperlukan), penyusunan peraturan kepala daerah tentang Dewan SDA yang disesuaikan, dan sosialisasi kepada stakeholder. Ketentuan peralihan yang pragmatis ini mencerminkan pemahaman bahwa perubahan kelembagaan memerlukan waktu dan tidak dapat dilakukan secara instant, serta memberikan fleksibilitas kepada pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaian bertahap tanpa mengganggu fungsi koordinasi yang sedang berjalan.
5.2 Tantangan Implementasi dan Rekomendasi Kebijakan
Implementasi PERMENPU 3/2024 menghadapi beberapa tantangan struktural dan operasional. Pertama, tantangan kapasitas fiskal pemerintah daerah: Dewan SDA memerlukan anggaran operasional yang memadai (sekretariat, penyelenggaraan sidang pleno, pemantauan, evaluasi), tetapi banyak pemerintah daerah menghadapi keterbatasan fiskal dan mungkin memprioritaskan alokasi anggaran untuk program-program yang lebih "visible" secara politis daripada wadah koordinasi yang output-nya tidak langsung terlihat oleh publik. Rekomendasi: Kementerian Pekerjaan Umum perlu mengadvokasi pentingnya koordinasi pengelolaan sumber daya air kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan untuk memastikan bahwa alokasi anggaran untuk Dewan SDA diprioritaskan dalam pedoman penyusunan APBD. Kedua, tantangan partisipasi aktif Unsur Nonpemerintah: Representasi formal Unsur Nonpemerintah dalam struktur Dewan SDA tidak otomatis menghasilkan partisipasi substantif. Organisasi masyarakat sipil mungkin tidak memiliki kapasitas teknis atau sumber daya untuk berpartisipasi secara efektif dalam pembahasan teknis pengelolaan sumber daya air. Rekomendasi: Capacity building untuk organisasi masyarakat sipil dalam bentuk pelatihan pengelolaan sumber daya air, akses terhadap data dan informasi, dan dukungan teknis dari akademisi atau konsultan. Ketiga, tantangan koordinasi dengan TKPSDA WS: Sistem dual-track (Dewan SDA berbasis wilayah administratif, TKPSDA WS berbasis wilayah sungai) dapat menciptakan duplikasi atau tumpang tindih jika tidak dikelola dengan baik. Rekomendasi: Penyusunan protokol koordinasi yang jelas antara Dewan SDA dan TKPSDA WS, termasuk pembagian tugas (Dewan SDA fokus pada kebijakan dan program tingkat provinsi/kabupaten/kota lintas sektor, TKPSDA WS fokus pada pola dan rencana pengelolaan tingkat wilayah sungai) dan mekanisme koordinasi reguler (keanggotaan overlap, rapat koordinasi bersama). Keempat, tantangan komitmen politik kepala daerah: Meskipun Gubernur/Bupati/Wali Kota menjabat sebagai Ketua Dewan SDA, komitmen politik untuk memimpin koordinasi pengelolaan sumber daya air bervariasi tergantung pada prioritas politik dan persepsi terhadap urgensi isu air. Rekomendasi: Advocacy dan sosialisasi mengenai pentingnya pengelolaan sumber daya air untuk ketahanan air, ketahanan pangan, mitigasi bencana, dan pembangunan berkelanjutan, serta pengintegrasian target pengelolaan sumber daya air ke dalam RPJMD dan perjanjian kinerja kepala daerah.
5.3 Sinergi dengan PERMENPU 2/2024 dan Integrated Water Resources Management
PERMENPU 3/2024 harus dipahami dalam konteks yang lebih luas sebagai bagian dari kerangka kelembagaan koordinasi pengelolaan sumber daya air yang komprehensif, yang mencakup Dewan SDA Nasional (belum diatur dalam PERMENPU terpisah, tetapi diamanatkan oleh UU 17/2019), Dewan SDA Provinsi dan Kabupaten/Kota (diatur dalam PERMENPU 3/2024), dan TKPSDA WS lima tingkat (diatur dalam PERMENPU 2/2024). Sinergi antara PERMENPU 3/2024 dan PERMENPU 2/2024 krusial untuk implementasi Integrated Water Resources Management (IWRM) di Indonesia. IWRM mengacu pada proses yang mendorong pengelolaan dan pengembangan air, tanah, dan sumber daya terkait secara terkoordinasi untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonomi dan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem vital. Prinsip-prinsip IWRM yang relevan dengan kedua regulasi ini mencakup: (1) Pendekatan holistik: Mengelola air sebagai bagian integral dari ekosistem, sumber daya alam, dan aset sosial-ekonomi; (2) Partisipasi stakeholder: Melibatkan semua pemilik kepentingan (pemerintah, swasta, masyarakat) dalam pengambilan keputusan; (3) Peran gender: Memastikan partisipasi perempuan dalam pengelolaan air; (4) Desentralisasi: Mengelola air pada tingkat yang paling rendah yang sesuai (subsidiaritas); (5) Nilai ekonomi air: Mengakui air sebagai barang ekonomi dan lingkungan. PERMENPU 2/2024 (TKPSDA WS) mengimplementasikan prinsip pendekatan holistik berbasis ekosistem wilayah sungai, sementara PERMENPU 3/2024 (Dewan SDA) mengimplementasikan prinsip partisipasi stakeholder dan desentralisasi pada tingkat pemerintahan daerah. Sinergi antara keduanya memastikan bahwa IWRM diterapkan secara komprehensif dengan memadukan perspektif ekologis (wilayah sungai) dan perspektif administratif (provinsi/kabupaten/kota).
Matrix 5.3: Perbandingan PERMENPU 2/2024 dan PERMENPU 3/2024 dalam Kerangka IWRM
| Aspek | PERMENPU 2/2024 (TKPSDA WS) | PERMENPU 3/2024 (Dewan SDA) | Sinergi untuk IWRM |
|---|---|---|---|
| Basis Koordinasi | Wilayah Sungai (ekosistem hidrologis) | Wilayah Administratif (provinsi/kab/kota) | Integrasi perspektif ekologis dan administratif |
| Skala Koordinasi | 5 tingkat (lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional, lintas kab/kota, dalam satu kab/kota) | 2 tingkat (provinsi, kabupaten/kota) | Koordinasi multi-skala dari nasional hingga lokal |
| Fokus Koordinasi | Pola dan rencana pengelolaan SDA wilayah sungai, konservasi, pendayagunaan, pengendalian daya rusak | Kebijakan pengelolaan SDA tingkat daerah, perencanaan lintas sektor, pelaksanaan, monitoring-evaluasi | Sinkronisasi rencana wilayah sungai dengan kebijakan daerah |
| Otoritas Pembentuk | Menteri (lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional), Gubernur (lintas kab/kota), Bupati/Wali Kota (dalam satu kab/kota) | Gubernur (Dewan SDA Provinsi), Bupati/Wali Kota (Dewan SDA Kab/Kota) | Alokasi kewenangan berdasarkan skala dan karakteristik |
| Ketua | Tidak harus kepala daerah (ditunjuk dari anggota) | Kepala daerah (Gubernur/Bupati/Wali Kota) ex officio | Dewan SDA memiliki otoritas politik lebih tinggi untuk implementasi kebijakan |
| Partisipasi Nonpemerintah | Dual-track (pemerintah dan nonpemerintah), diupayakan seimbang | Dual-track (pemerintah dan nonpemerintah), diupayakan seimbang | Participatory governance di kedua tingkat koordinasi |
| Hubungan | TKPSDA WS berkoordinasi dengan Dewan SDA (koordinatif) | Dewan SDA berkoordinasi dengan TKPSDA WS (koordinatif) | Mekanisme checks and balances antara pendekatan ekologis dan administratif |
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
PERMENPU 3/2024 menetapkan kerangka kelembagaan yang komprehensif untuk koordinasi pengelolaan sumber daya air pada tingkat pemerintahan daerah melalui pembentukan Dewan SDA Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kedudukan nonstruktural, ketua ex officio kepala daerah (Gubernur/Bupati/Wali Kota), komposisi dual-track unsur pemerintah dan nonpemerintah dengan prinsip keseimbangan, serta fungsi koordinasi yang mencakup perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan-evaluasi, penyelesaian sengketa, dan tindak lanjut koordinasi vertikal/horizontal menciptakan wadah koordinasi yang strategis dan partisipatif. Regulasi ini melengkapi PERMENPU 2/2024 tentang TKPSDA WS, menciptakan sistem koordinasi dual-track: Dewan SDA berbasis wilayah administratif untuk koordinasi lintas sektor dalam provinsi/kabupaten/kota, dan TKPSDA WS berbasis wilayah sungai untuk koordinasi berbasis ekosistem hidrologis.
Implementasi efektif PERMENPU 3/2024 memerlukan: (1) Komitmen fiskal pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBD bagi operasional Dewan SDA; (2) Komitmen politik kepala daerah untuk memimpin koordinasi pengelolaan sumber daya air dan memastikan tindak lanjut rekomendasi Dewan SDA; (3) Capacity building bagi Unsur Nonpemerintah untuk memastikan partisipasi substantif, bukan hanya representasi formal; (4) Protokol koordinasi yang jelas antara Dewan SDA dan TKPSDA WS untuk menghindari duplikasi dan tumpang tindih; (5) Mekanisme pelaporan dan monitoring implementasi Dewan SDA oleh pemerintah pusat untuk memastikan compliance dengan PERMENPU 3/2024. Tantangan utama terletak pada memastikan bahwa Dewan SDA tidak hanya menjadi forum seremonial tetapi benar-benar berfungsi sebagai wadah koordinasi efektif yang menghasilkan kebijakan pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi, participatory, dan berkelanjutan. Sinergi antara PERMENPU 3/2024 dan PERMENPU 2/2024 krusial untuk implementasi Integrated Water Resources Management (IWRM) yang memadukan perspektif ekologis wilayah sungai dan perspektif administratif pemerintahan daerah, memastikan bahwa pengelolaan sumber daya air di Indonesia tidak hanya responsif terhadap karakteristik hidrologis tetapi juga selaras dengan kebutuhan pembangunan daerah dan partisipasi stakeholder.
Disclaimer
Artikel ini merupakan analisis hukum berbasis pada teks Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Pembentukan Dewan Sumber Daya Air Provinsi dan Kabupaten/Kota. Analisis ini dimaksudkan untuk tujuan edukasi dan informasi, bukan sebagai nasihat hukum. Pembaca yang memerlukan panduan implementasi spesifik disarankan untuk berkonsultasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum, pemerintah daerah yang berwenang, atau praktisi hukum yang berkompeten dalam bidang pengelolaan sumber daya air. Penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan interpretasi atau penggunaan informasi dalam artikel ini untuk tujuan operasional tanpa verifikasi lebih lanjut terhadap teks regulasi resmi dan peraturan pelaksananya.
Sumber Regulasi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Pembentukan Dewan Sumber Daya Air Provinsi dan Kabupaten/Kota. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui website resmi Kementerian Pekerjaan Umum atau database peraturan perundang-undangan Indonesia.
Artikel ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah ditinjau untuk memastikan akurasi analisis terhadap teks regulasi. Konten AI-generated ditandai dengan tag 'ai-generated'.
Disclaimer
This article was AI-generated under an experimental legal-AI application. It may contain errors, inaccuracies, or hallucinations. The content is provided for informational purposes only and should not be relied upon as legal advice or authoritative interpretation of regulations.
We accept no liability whatsoever for any decisions made based on this article. Readers are strongly advised to:
- Consult the official regulation text from government sources
- Seek professional legal counsel for specific matters
- Verify all information independently
This experimental AI application is designed to improve access to regulatory information, but accuracy cannot be guaranteed.